18. Memang peduli pada semua orang?

2.5K 358 317
                                    

Kurang lebih seminggu waktu berjalan semenjak hari itu aku berbincang dengan Genta. Aku mengatakan pada Tari kalau sementara ingin berhenti mencari tahu dulu karena setelah masuk kuliah, tugasku menggunung lagi. Selain karena takut makin kepikiran, kami juga sudah tak tahu lagi ingin berbuat apa selain menunggu kabar dari Radipta.

Sejauh ini saja, beberapa kabar yang kami dapat sudah cukup membuatku pusing tujuh keliling. Aku akan berusaha keras agar urusan hati tak memengaruhi studiku. Namun ternyata sangat sulit. Bahkan bila berpikir saja, hal tentang Kavi lebih gampang untuk masuk dibanding materi-materi yang sudah kucatat.

Karena kegiatan kami kembali padat, Tari juga jadi jarang berkunjung ke kosanku. Tak punya teman bicara pun agak banyak juga menjadi pemicu pikiran-pikiran jelek itu kembali.

Kavi sendiri pun sampai sekarang belum ada menghubungiku semenjak terakhir meminta maaf. Sepertinya ia memang sangat yakin dengan keputusannya itu. Akupun tak pernah bertemu dan tak tahu apa kegiatannya karena sudah tak pernah bertanya pada Bejo lagi.

Lagipula, kalau dipikir-pikir, kan, kami sudah tak ada hubungan.

Atau menjeda hubungan?

Ah, entahlah! Makin dipikir rasanya makin pusing saja.

Ting!

Sebuah notifikasi dari grup inti pameran muncul di layar ponselku.

Nindya: guys, pihak keluarganya Abi mau tanggung jawab nih.

Nindya: kita bisa minta ganti rugi. tapi gue gatau lo pada minjemin berapa ke dia. jadi bisa gak ya kita ketemuan? buat rembukin dulu brp nominal yang mau diminta.

Tari: kapan ya Nin?

Janu: mau skrg? mumpung libur.

Kaivan: boleh, sih.

Nindya: boleh kalo mau sekarang, tapi pada bisa gak yang lainnya?

Oni: bisa bisa.

Renjana: bisaa.

Radipta: kalo skrg banget kayaknya gak bisa.

Kaivan: lo gak di kafe, Ta?

Radipta: enggak.

Nindya: dimana emang lo? kirain di kafe soalnya mau ngumpul disana aja.

Radipta: lagi mau ke makam.

Tari: eh siapa yang meninggal, Ta?

Radipta: adek gue. udah lama, kok. ini cuma ngunjungin aja.

Tari: oh... turut berdukacita, ya, kalo gitu. sorry nanya-nanya.

Radipta: santai.

Aku juga baru ingat kalau Utari dimakamkan disini. Sudah lama juga, ya, semenjak kejadian itu.

Radipta mungkin saja merasa kesepian karena ia menjadi anak tunggal dan kudengar ia juga belum punya pacar semenjak lulus sekolah. Ah, tapi mungkin ia juga tak ada waktu untuk merasa bosan, mengingat kegiatannya selalu padat terisi dengan jadwal kuliah atau shift kafe, belum lagi, sekarang juga ikut UKM.

Pulang Habis KelanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang