19. Siapa mereka?

2.4K 346 224
                                    

POV Radipta part 4 udah aku up di karyakarsa yaa, jangan lupa akses di sana dengan klik link di bio Instagram aku, atau cari username ku langsung di aplikasinya @baeforlyfee

Happy reading!

•••

Aku penasaran, berapa lama waktu yang pasangan di luar sana butuhkan untuk memperjelas hubungan setelah break. Seumur hidup, baru sekarang aku merasakan fase ini. Rasanya sangat tidak enak. Antara terikat dan tidak.

Terhitung sudah hampir sebulan semenjak Kavi memutuskan break secara sepihak yang mau tak mau juga kusetujui. Pun sampai sekarang ia tak ada mengirim pesan untuk sekedar mengajakku bertemu dan memperjelas hubungan kami kedepannya.

Aku banyak bertanya ke orang-orang terdekat untuk meminta saran, baiknya bagaimana bila dihadapkan di situasi seperti ini. Apakah menunggu? Atau putus saja?

Tak dapat kusangkal bahwa aku masih sangat ingin mempertahankan hubungan kami. Aku tak tahu apakah suatu saat bisa mendapatkan orang seperti Kavi lagi atau tidak. Mengingat ia selalu memperlakukanku dengan baik selama ini. Pastinya akan menyesal kalau tiba-tiba putus dengan alasan yang belum pasti.

"Jaket udah lo balikin?"

Lamunanku buyar seketika. Kutengok ke kiri, ada Tari yang baru saja masuk ke dalam kamar kosku seraya membawa beberapa plastik kecil berwarna merah. Pasti isinya jajanan di depan kampus.

"Nih, gue beli makanan banyak." Tari menutup pintu dengan kaki karena tangannya penuh dengan bawaan. "Gratis, deh. Anggep aja perayaan atas nilai praktek gue yang dapet A di matkul Bu Riri."

Bu Riri termasuk ke dalam jajaran dosen killer di kampus. Dapat C saja di matkulnya sudah syukur, hampir mustahil dapat A, tapi ajaibnya Tari berhasil memecahkan rekor untuk menjadi orang pertama yang berhasil mendapat nilai A di matkul Bu Riri, sepanjang ia mengajar.

"Bangga gue, Tar, punya temen kayak lo."

"Nah, kalo gitu gue sebaliknya."

Aku terkekeh lalu melemparnya dengan tisu bekas mengelap meja. "Sialan,"

"Pertanyaan gue belum dijawab tadi." Tari mengeluarkan makanan yang ia beli dari plastiknya. Ia membeli berbagai macam olahan aci dan juga es teh, masing-masing dua yang kemudian ia berikan padaku satu persatu. "Udah lama, kan, tuh jaket ngedekem di kos lo?"

Aku mengangguk. Memandang jaket berlapis plastik yang kugantung di pintu lemari, tiga hari lalu baru saja keluar dari laundry dan belum sempat kususun di dalam lemari karena kemarin aku menginap di rumah Tari, gantian.

"Udah semingguan lebih kayaknya. Mau gue balikin kemarin, tapi kayaknya bentrok jadwal kita."

"Samperin aja kalo dia ngampus. Emang bakal lama kalo ngasih doang?" Tari memandangku dengan mulut penuh mengunyah makanan. "Apa mau lama-lama, sekalian ngobrol dulu ngebahas masa-masa sekolah~"

Kali ini aku melemparnya dengan boneka. "Udah telen dulu aja, tuh, makanan."

Tari mendengus lalu kembali melahap satu persatu makanan sambil menatap ponsel, begitu pun aku yang ikut memakan jajanan darinya di atas kasur. Kalau Mama melihat aku makan di tempat sembarang ini pasti ia sudah mengomel panjang lebar, takut seprai kotor, takut semut berkumpul, dan lain-lain.

"Btw Kavi udah ngabarin?"

"Belom," aku menghela nafas pasrah. "Yaudahlah, diemin aja. Capek gue."

"Tuh orang kayak ngilang dari bumi, anjir," umpat Tari. "Kagak jelas amat. Kalo jadi lo udah gue putusin."

"Kemarin gue mau putus, lo bilang mending pikir-pikir dulu?" Aku menggeleng heran. "Gimana, sih, gak konsisten."

"Ya itu gue ngomong udah beberapa minggu yang lalu, Jan. Sampe sekarang aja si Kavi batang idungnya belum keliatan. Emang dia ngulur waktu aja kali biar lo capek, terus mutusin dia duluan."

Pulang Habis KelanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang