Awas diabetes!
•••
Kegiatan kuliah makin padat seiring berjalannya waktu, namun aku dan Radipta tetap menyempatkan diri untuk bertemu meskipun kini kami sama-sama sibuk berkutat dengan laptop masing-masing.
"Belajar seni tuh banyak teori gak, sih?"
Kami duduk berhadapan di Kafe Lotus, tempat Radipta bekerja sambilan. Kiranya sudah dua puluh menit kami mulai berbincang setelah aku tiba disini.
"Gak sebanyak lo, sih, kayaknya."
Kafe lumayan sepi mengingat ini sudah hampir jam sembilan malam. Sengaja aku datang agak larut, karena menunggu Radipta selesai shift dahulu.
Kulihat Radipta mengangguk di balik tudung hoodie hitam yang ia gunakan. Sudut bibirku terangkat. Mungkin sudah bertahun-tahun lamanya aku tidak melihat ia mengenakan hoodie kebanggaannya itu. Terakhir waktu sekolah.
"Lo kayak balik lagi ke Radipta jaman sekolah, deh." celetukku ketika ia kembalo memfokuskan pandangan ke arah layar laptopnya.
Wajah lelah dengan kantung mata menghitam. Sialnya masih tampak tampan di mataku.
"Oh iya," ia melirik ke arah hoodienya sendiri. "Kemarin Mama nemuin di rak lemari paling bawah. Katanya sebelum gue pindah kesini, dia yang sering pake." ia terkekeh setelahnya.
"Tapi masih muat, ya?" tanyaku heran. "Lo padahal nambah banyak tinggi sekarang."
Aku tidak tahu apakah Radipta masih sering melancarkan hobinya dulu—bermain basket—tapi ketika pertama kali kami bertemu lagi di pameran UKM, aku cukup terkejut melihat tubuhnya yang lebih tinggi dan lebih berisi dibanding dulu.
"Dulu agak oversize sih, makanya sekarang masih pas."
Aku mengangguk-angguk. Mulai mempertimbangkan pertanyaan selanjutnya tentang rasa penasaranku tadi.
"Lo masih sering basket, Ta?"
Ia terlihat berpikir, "Kayaknya terakhir tiga bulan lalu."
"Oh, main sama temen kampus? Apa sama anak-anak kafe?"
"Temen kampus. Ada anak UKM juga."
"Oh, iya? Siapa?"
"Rafif sama Theresa."
Aku mengangguk paham. Ku kenal Theresa. "There emang suka basket, sih. Rafif mungkin ikutan karena diajak There. Katanya mereka deket, kan?"
"Iya. Waktu basket itu juga mereka bareng terus." Radipta menggeser laptopnya, membuatku mendongak karena ia memusatkan pandangan penuh padaku. "Lo gak mau ikut gue kalo basket?"
Aku tak menduga Radipta akan meluncurkan kalimat itu. Kupikir ia tipe orang yang tak suka mengumbar-umbar hubungan, mengingat ia jarang memposting apapun tentangku atau tentang hubungan kami di sosial media. Aku pun agak segan untuk sekedar me-mention akunnya ketika aku memposting pemandangan saat kami jalan-jalan.
"Emangnya... gak papa?"
"Gak papa gimana?"
"Gue kan gak kenal temen-temen lo. Palingan tau anak UKM yang tadi lo sebut doang."
"Ya nanti gue kenalin."
Oh, oke. Aku mulai gugup padahal 'nanti' tersebut belum benar-benar terjadi.
"Gue kira, lo gak terlalu pengen orang-orang tau tentang kita," aku menjeda ucapan selama beberapa detik. "Atau tentang hubungan kita."
"Loh," Radipta mengerutkan dahi. "Gue sering nyeritain lo ke mereka, kok. Bahkan ada satu orang yang katanya tau lo gara-gara dia pernah dateng ke pameran UKM."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pulang Habis Kelana
Teen Fiction[Bagian kedua dari kisah Satu Cerita Untuk Kamu] Semuanya mereda dan berjalan semestinya, hingga Renjana bertemu Kavi Yogaswara. Lelaki dengan segala kebaikannya. Kavi punya semua, apapun yang Renjana butuhkan. Menjadikan keduanya saling mengagumi d...