Sesuai perjanjian dengan Radipta semalam, kami akhirnya sama-sama meluangkan waktu untuk pergi bersama di hari ini. Ia mengatakan kalau ia ingin pergi ke suatu tempat dimana kami bisa membuat karya bersama. Kemudian aku bertanya, apakah membuat lukisan? Lalu ia menjawab, tidak, ia tahu kalau aku sudah bosan melukis selama bertahun-tahun. Bahkan ia mengerti bahwa akhir-akhir ini aku merasa seperti melukis itu sudah menjadi hal yang harus kulakukan, bukan hal yang sekedar menjadi hobi saja.
Syukurlah kalau Radipta mengerti, karena meskipun ia mengajakku untuk membuat lukisan pun, pastinya aku tak akan menolak.
Namun sampai sekarang aku belum tahu pasti, kami akan pergi kemana dan membuat karya jenis apa. Ia bilang lihat nanti saja ketika sudah sampai. Sementara aku harus menahan rasa penasaran semalaman penuh dengan banyak praduga.
Bahkan aku sampai bercerita soal ini pada Tari dan menyuruhnya untuk menebak juga, apa karya yang ia maksud. Namun Tari meremehkan itu, katanya tak ada guna untuk memikirkan, lebih baik tidur agar hari esok cepat datang dan rasa penasaran pun hilang.
Aku sudah menduga ia akan menjawab seperti itu. Namun itu adalah masalahnya. Aku tak bisa cepat tidur kalau rasa penasaran belum terjawab.
"Yang penting, mah, lo pake baju cakep aja besok. Oh iya, sama gak usah pake baju yang warnanya terang-terang. Katanya mau buat sesuatu, kan? Pasti kotor-kotoran."
Hanya itu pesan yang Tari sampaikan dan kuturuti keesokan harinya. Aku memakai kemeja berwarna cokelat gelap juga dipadu dengan kulot hitam. Tak lupa mengenakan aksesoris ikatan rambut berbentuk pita yang hanya ditautkan dari sejumput rambut di sisi kanan dan kiri. Terakhir, aku mengambil shoulder bag hitam dan mengenakan flatshoes yang warnanya senada dengan baju.
Radipta: gue udah di bawah.
Pesan masuk muncul ketika aku sedang merapihkan rambut di depan kaca. Kuambil ponsel dan ku ketik 'oke' lalu menyemprotkan banyak parfum sebelum keluar dari kamar kos.
Bukan sulap bukan sihir, aku cukup terkejut ketika melihat apa yang Radipta kenakan sekarang. Pasalnya, outfit kami benar-benar senada. Hanya saja terbalik posisinya. Ia mengenakan kaos polo warna hitam dengan celana loose pants cokelat. Kami bahkan sama-sama tertawa ketika melihat wujud masing-masing.
"Soulmate,"
"Hah?"
"Ayo naik."
Selalu begitu. Padahal aku bertanya ulang bukan karena tak dengar, namun aku ingin memastikan. Tapi sayangnya ia selalu mengalihkan ke hal lain.
"Kita mau kemana?"
"Liat nanti aja."
"Beneran gak ngelukis?"
Ia tertawa. "Beneran." lalu menyerahkan sebuah helm. "Ini,"
"Jauh apa deket?"
"Tengah-tengah,"
"Jalannya berapa lama?"
"Gak sampe sejam kayaknya. Belum pernah kesana juga gue sebelumnya."
Aku naik ke atas motornya ketika sudah memasang helm.
"Yaudah, ayo."
"Gak ada yang mau ditanyain lagi?"
Kali ini aku yang tertawa. "Enggak ada."
"Oke. Pegangan."
•••
Jarak tempuh untuk kami sampai di tempat yang Radipta maksud kurang lebih menghabiskan waktu selama empat puluh lima menit. Aku sama sekali belum pernah ke tempat atau wilayah sekitar sini, jadi masih asing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pulang Habis Kelana
Teen Fiction[Bagian kedua dari kisah Satu Cerita Untuk Kamu] Semuanya mereda dan berjalan semestinya, hingga Renjana bertemu Kavi Yogaswara. Lelaki dengan segala kebaikannya. Kavi punya semua, apapun yang Renjana butuhkan. Menjadikan keduanya saling mengagumi d...