34. Tindakan itu pilihan, tapi mengerti itu harus.

3.3K 336 145
                                    

"Lo bego, sih, Jan, kalo kata gue."

"Kenapa, sih?"

Tari mendelik sinis, memandangku yang tengah mengeringkan rambut sehabis keramas. "Mending malmingan bareng Radipta daripada ketemu Kavi."

Aku menggelengkan kepala tak paham lagi. Padahal sudah kujelaskan bahwa Kavi mengajak bicara karena ada hal yang katanya penting untuk ia bicarakan. Toh, aku juga sudah mengabari Radipta kalau rencana kami sebaiknya di reschedule saja karena aku sedang ada urusan lain.

"Lo percaya Kavi?"

"Emang Kavi pernah jahat?"

"Pernah. Dia aja lebih milih bantu Kalea dibanding bareng sama lo. Itu jahat menurut gue."

Aku diam.

"Em! Kicep, kan."

"Yaudahlah, Tar. Lagian dia juga udah jelasin." ucapku seraya mengangkat kedua bahu. "Gue gak mau buang-buang waktu buat ngemis-ngemis juga. Udah sama-sama dewasa."

"Salut, sih." Tari bertepuk tangan. "Lo janjian jam berapa? Gue kayaknya juga mau keluar. Gak usah pesen ojol, biar sekalian gue anter."

"Jam 7-an, sih. Boleh, deh, Tar. Nebeng ya, gue."

Tari bergumam mengiyakan seraya kembali fokus pada laptopku yang menayangkan video drama korea. Sementara aku kini mengambil ponsel untuk membalas beberapa pesan masuk. Termasuk dari Radipta.

Omong-omong tentangnya, aku merasa akhir-akhir ini Radipta jadi semakin sering mengabariku. Bukan hanya kabar. Bahkan kadang ia membahas beberapa hal yang tak penting sama sekali. Lebih bodohnya, aku bisa senyum-senyum sepanjang malam karena hal tak penting itu.

"Kenapa, sih, Jan, ketawa-tawa?"

"Ini lucu banget."

"Siapa?"

"Radipta."

"Hmm," Tari mendengus. "Kasmaran." cibirnya membuatku terkekeh geli.

"Lo gak siap-siap?" tanyaku membuka topik kembali. Pasalnya sedari aku masuk ke kamar mandi sampai aku memasang kaos kaki, badan Tari di balik selimut itu sama sekali tak bergerak. "Kavi kayaknya udah jalan."

"Lah cepet amat." Setelah ditegur, baru ia bangkit. "Gue gincuan aja, deh. Kayaknya mau ngaso di kafe Radipta sambil nunggu orang rumah pada balik."

"Lah?"

"Apa?" Alis Tari terangkat.

"Gue sama Kavi juga ketemuan di kafe Radipta."

"Lah," kali ini Tari yang kebingungan. "Kirain mau kemana gitu."

"Kan gue udah bilang. Kita mau ngomongin obrolan serius. Jadi gak bakal pergi ke tempat yang rame atau gimana-gimana."

"Yaudah, deh. Serah kalian." Tari menjauhkan diri dari kaca setelah men-tap-tap bibirnya secara rata dengan liptint. "Yuk, tancap gas."

•••

Meski kami sama-sama ada di Kafe Lotus, namun Tari sengaja memisahkan diri dari aku dan Kavi. Katanya, meski dibolehkan mendengar pun, ia tetap tak mau ikut campur.

Sejak kapan Tari jadi sebenci itu dengan Kavi? Padahal jelas-jelas aku yang dikhianati.

"Lo sendirian, Jan?"

Hanya berselang lima menit sejak aku duduk di salah satu meja indoor, Kavi datang. Tampak tergesa-gesa, dan... gelisah?

"Kenapa, Kav?" Reflek ucapan tersebut yang keluar.

Pulang Habis KelanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang