07 | kupluk tukang tape

632 96 129
                                    

Angin malam meniup lembut helai rambut Elan ketika cowok itu menurunkan kaca mobilnya. Jalanan cukup padat kendaraan walau jam sudah hampir menunjuk ke angka delapan. Bisanya di jam sekarang jalanan sudah lenggang dan terbebas dari kemacetan lalu lintas.

Elan memarkirkan mobilnya di pinggir jalan, sebelum turun cowok itu merapikan penampilannya di depan kaca dashboard. Kali ini Elan memakai jaket kulit dan bucket hat berwarna hitam yang hampir menutupi sebagian wajahnya. Tentu saja Elan masih harus berhati-hati karena gosip sialan yang menimpanya. Ngomongin soal itu, setelah melalui serangkaian perdebatan alot, ia dan Ghea sepakat bekerjasama dengan menandatangani sebuah dokumen perjanjian bersyarat.

Setelah dirasa cakep maksimal, cowok itu melompat turun dan melambai penuh pesona pada seorang cewek yang sudah duduk syantik di bangku-bangku yang tersedia di depan Indomaret.

"Udah lama?" tanya Elan sembari mengambil duduk di depan gadis itu.

"Iya, udah dari subuh gue nunggu di sini."

"Woh kalo gitu, bentalr lagi pagi dong. Jogging kuy!"

"Ah lo mah bisa aja emang nanggepin jokes gue."

Elan tergelak, bikin gadis di depannya juga turut tergelak. Mereka menertawai kerecehan masing-masing.

"Oiya, ini." Naya naruh kotak musik di meja. "Makasih untuk sewaanya, ya. Maaf belom bisa traktir."

"Nggak papa, lagian gue yang ngebatalin janji kita tadi." Elan tersenyum. Dirinya memang membatalkan janji temu mereka yang harusnya dilakukan tadi siang. Karena sibuk mengurusi kasus pergosipan homonya, Elan jadi nggak punya waktu, bahkan untuk menemui Naya yang notabenenya adalah crush-nya saat ini.

"Jadi, gimana perkembangan kasus lo?"

"Aman telrkendali." Elan menjawab tengil.

"Syukur deh. Lagian kok bisa-bisanya gosip kayak gitu nyebar sih, untung aja anak-anak kampus pada tau lo sama Abby udah kayak Upil-Ipil..." Elan sudah tidak mendengarkan lagi gerutuan panjang lebar Naya. Cowok itu malah fokus memandangi Naya dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya. Entahlah, Elan suka pemandangan di depannya saat ini.

"Hoi Kelana! Lo dengerin gue nggak sih?"

"H-hah?"

"Lo lagi nggak fokus ya?"

"K-kayaknya gitu sih." Elan menggaruk hidungnya yang tidak gatal. "Lo ngomong apa tadi?"

"Lupain." Naya tersenyum geli. "Ah ya gue nggak bisa lama-lama di sini. Ntar bokap gue nyariin, soalnya gue ijinnya ke beliau mau beli susu."

Naya beranjak dari duduknya seraya membenarkan letak tas selempangnya dan meraih kantong plastik belanjaannya.

"Yaudah, gue duluan yak."

Ketika Naya sudah melangkah meninggalkannya, Elan buru-buru menyusul. "Gue antelr ya."

"Nggak usah, rumah gue deket kok." tolak Naya. "Lagian jalannya sempit, nggak bakal muat dilewatin mobil."

"Yaudah gue antelrin lo balik naik sendal."

"Nggak usah, Kelana." Lagi-lagi Naya menolak tetapi mereka sudah berjalan cukup jauh dari Indomaret tadi.

"Nggak baik tau bialrin cewek jalan sendilrian jam segini."

"Gue udah gede kalo perlu gue ingetin. Bukan bocah cilik lagi."

"At least gue bakal tenang kalo udah liat lo masuk ke lrumah dengan selamat." Sebelum ada protesan lebih lanjut, Elan menambahkan. "Eits gue nggak telrima penolakan apapun."

Cadel's Love Journey ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang