51 | lost in frantic

411 62 125
                                    

Keramaian di area pantai yang menjadi venue pernikahan Lentera dan Jessica tidak berhasil mengusir sepi yang membelenggu dirinya.

Elan kira, berdiri di tengah ratusan orang dengan berbagai obrolan yang keluar-masuk memenuhi rongga telinga bisa menjadi distraksi, namun nyatanya, kepalanya tidak berhenti memikirkan gadis itu.

Gadis yang dengan kejamnya ia putuskan sepihak. Membuangnya bagai tidak pernah begitu berharga baginya. Memikirkan kembali perbuatannya, Elan merasa menjadi cowok paling brengsek di dunia. Ia tak punya pembelaan apapun, semua memang salahnya.

Sejak tidak lagi melihat Ghea, ada sesuatu di dalam dadanya yang turut menghilang. Hampa yang mengikatnya ini sungguh menyiksa. Namun Elan harus puas karena inilah bayaran atas dosanya di masa lalu.

Sentuhan lembut di bahu membuat Elan tersentak dari lamunannya. Kat berdiri di depannya sambil memegang gelas di tangan. Cewek itu menyapa riang seolah kejadian hari itu tidak pernah ada.

Elan menatap tidak suka pada Kat. "Ngapain lo?"

"Sama kayak lo, kondangan." Kat melarutkan cairan merah itu ke dalam mulutnya. Seolah membaca keheranan di wajah Elan, Kat bicara lagi. "Lo lupa kalo Jessica masih temen SMP gue?"

Elan hanya berdecih mendengarnya.

"Btw, Lentera oke juga." Kat terus bicara walau Elan tidak berniat menanggapi. "Jessica termasuk beruntung. Setelah nggak berhasil dapetin lo, malah jadi sama abang sepupunya."

Kat memandangi lilitan berkilau yang menjadi bagian dari dekorasi di atasnya sebelum tertawa renyah.

"Agak lucu sih, ya kalo diinget. Dulu Jessica seposesif itu sama lo. Walaupun cintanya sepihak, dia merasa berhak memonopoli lo untuk dirinya sendiri. Gue yang lebih berhak malah nggak mendapatkan kesempatan untuk melakukan itu. Lebih tepatnya, gue dipaksa mengerti untuk nggak memperlihatkan diri sebagai pacar lo."

Mendengar celotehan Kat semakin membuat emosi Elan meninggi. "Belrhenti ngomongin masa lalu, Katisha."

"Gue hanya memaparkan fakta." Kat tersenyum miring. "Demi kemakmuran gue agar nggak diganggu Jessica, gue harus menahan diri ketika pacar gue digelendotin cewek lain. Gue harus puas pacaran sembunyi-sembunyi—"

"Watch youlr mouth, Kat." Elan memotong. Seharusnya Elan tidak heran, Katisha memang segila itu. Tanpa berpikir, cewek itu membicarakan Jessica—yang notabene adalah pengantin yang tengah berbahagia malam ini—tepat di antara lautan manusia yang menghadiri pesta pernikahannya.

"Jangan belrtingkah atau gue panggilin satpam sekalrang juga buat ngusilr lo."

"Kenapa? Lo nggak suka gue beberin kelakuan kakak ipar lo?!"

"Shut up, Kat. Lo udah kelewatan." Elan maju selangkah, memberi tatap dingin pada Kat. "Lo nggak inget apa yang lo lakuin waktu itu? Lo lupa apa yang telrjadi sama Dewa?" Napas Elan kian memburu. Seolah baru saja melepas beban paling berat di pundaknya.

"Seandainya dulu gue nggak sebodoh itu, seandainya lo nggak belrkhianat, seandainya olrangnya bukan Dewa, pasti semuanya masih baik-baik aja. Dewa pasti masih ada di sini sekalrang."

Sesuatu terasa menggores dadanya, penyesalan bertubi ini masih sama menyakitkannya. Elan tertawa kering. Apalagi ketika melihat tidak ada perubahan emosi di wajah cewek dengan gaun berkilau yang masih berdiri angkuh di hadapannya ini.

"Semua yang terjadi memang sudah ditakdirkan begitu. Berharap sebaliknya hanya membuang waktu."

Elan semakin muak dengan kalimat Kat. Ia sudah akan beranjak jika saja Kat tidak bersuara lagi.

Cadel's Love Journey ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang