44 | punishment

515 59 77
                                    

Dulu sekali, Elan pernah bertanya pada Ghea pasal kotak musik yang pernah mereka perebutkan. Kala itu mereka lagi santai bermain ayunan di taman kompleks pada malam hari. Saat mereka berdua tidak bisa tertidur dan memilih untuk menghirup udara segar dengan berjalan-jalan.

"Cil,"

"Hm?"

"Gue boleh nanya nggak?"

Ghea mengangkat salah satu alisnya. Cewek itu berhenti menggerakkan ayunannya, beralih menatap Elan yang duduk di sebelahnya. Mereka menaiki ayunan yang sama.

"Sejak kapan lo butuh ijin buat nanya sesuatu sama gue?"

"Ya anggap aja ini folrmalitas belaka, soalnya yang mau gue tanyain agak selrius."

Ghea menahan tawa dengan bibir berkedut. "Seserius apa sampe lo bertingkah kayak begini? Reporter aja kalo mau wawancara serampangan banget nanyain hal-hal sensitif demi dapat informasi eksklusif. Nggak peduli walo tingkahnya masuk kategori kurang ajar dan bisa nyakitin hati yang mereka tanya."

"Lo pacalr gue. Udah sehalrusnya gue jaga pelrasaan lo." jelas Elan tanpa aba-aba. Ghea jadi nggak bisa cengar-cengir lagi. Ia malah salting mendengarkan kalimat Elan.

Karena Ghea hanya diam, Elan berinisiatif tanya lagi. "So, ini gue udah boleh nanya belum?"

"Y-ya, silahkan." Ghea jawab asal aja buat ngeredain gugup, tapi mulutnya berkhianat dengan melontarkan jawaban terbata.

"Kenapa lo obses banget sama kotak musik bentuk telulr itu?" ujar Elan diiringi keheranan nyata. "Sampe lo nekat kongsi pake halrga tinggi cuma buat itu benda? Dalri dulu gue penasalran sama hal ini."

"Jawabannya simpel, karena kotak musik itu ngingetin gue sama seseorang."

Kalimat ini ... sama persis dengan jawaban Naya sewaktu ia tanya hal yang sama.

"Dulu, waktu keluarga gue masih baik-baik aja, setiap akhir pekan bakal diadain Presscon."

"Plress confelrence?"

"Yup." Ghea mengangguk. " Semacam ghibah tapi diplesetin biar kerenan dikit." Ghea tertawa sejenak sebelum melanjutkan perkataannya. 

"Presscon ini udah jadi kegiatan rutinan bagi gue dan kedua kakak kembar gue. Kita bakal kumpul di ruang baca keluarga, duduk melingkar terus saling ceritain semua hal yang terjadi selama seminggu."

Ghea mengarahkan pandang ke depan, seakan menerawang ingatan masa lalunya. Yang masih membekas meninggalkan jejak kehangatan—sayangnya sudah tidak bisa ia rasakan lagi.

"Lo mau tau apa yang bikin kegiatan itu lebih menarik?"

"Apa?"

"Selama kita cerita, bakal diiringi lantunan melodi dari sebuah kotak musik. Jadi, setiap sesi cerita bakal berakhir ketika melodi itu berhenti." jelas Ghea. "Kotak musik yang gue maksud di sini bentuknya sama persis kayak kotak musik yang kita miliki bersama. Abang gue yang beliin waktu itu."

Dari kalimat terakhir Ghea, Elan bisa mengerti mengapa cewek itu begitu menyayangi kotak musiknya.

"Sejak kedua orang tua gue cerai, gue nggak lagi tinggal di rumah masa kecil gue. Ayah sama Bunda memilih pergi dari sana dan cari tempat tinggal baru. Gue nggak sempet bawa barang apapun yang berkaitan sama Abang gue. Jadi, nggak ada apapun yang tersisa buat dijadiin kenang-kenangan."

Elan berusaha memahami setiap kalimat yang Ghea ucapkan lamat-lamat.

"Seperti yang kita ketahui bersama, kotak musik bentuk begitu udah jarang ditemukan. Makanya ketika gue nemu brosur kotak musik itu di internet, gue bertekad milikin gimana pun caranya. Gue pingin punya satu hal aja yang bisa ngingetin gue sama Abang."

Ghea menatap Elan lagi dengan senyuman simpul. "Begitulah alasannya."

Elan mengangguk-angguk. "Gue nggak nyangka kalo itu benda belalrti banget buat lo."

"Kenapa? Lo mau ngasih itu ke Naya?" pancing Ghea dengan tatapan sinis yang dibuat-buat. "Kan dia alasan lo rela berkongsi sama gue buat beli itu kotak musik."

"Cil," Elan berdecak sebal. "Jangan mulai deh."

Ghea hanya terkekeh geli melihat respon pacarnya akan lelucon yang ia buat. Cewek itu mengaduh saat dapat sentilan di dahinya oleh Elan.

Saat itu, Elan tidak pernah berpikir jika bisa saja alasan Ghea dan Naya menyukai kotak musik tersebut masih berhubungan satu sama lain. Jawaban yang kedua cewek itu berikan pun sama persis. Bodohnya Elan tidak menyadarinya lebih awal.

Padahal, Regio sudah memperingatkannya sejak dulu, jika ia dan Ghea tidak bisa bersatu karena sebuah alasan yang masih cowok itu rahasiakan. Tetapi saat itu Elan lebih memilih mengedepankan perasaannya daripada logika, ia terlanjur tercebur ke dalam kubangan indah bernama cinta.

Regio memang tidak pernah mengatakan secara blak-blakan jika Dewa adalah kakak Ghea. Tetapi dari semua peringatan yang cowok itu berikan ketika mereka sedang membahas soal Dewa, seharusnya Elan bisa mengambil kesimpulan yang jelas. Jika Ghea memang adik dari seorang Dewangga Adhiyaksa.

Pantas saja cerita Ghea tentang kematian abangnya menghantarkan kisah yang familiar baginya. Elan jadi mengingat waktu-waktu sulit yang Ghea hadapi dan cerita sedihnya tentang kedua kakak kembarnya yang meninggalkan cewek itu seorang diri.

Sekarang semuanya jadi masuk akal baginya. Alasan mengapa Regio sangat menentang hubungannya dengan Ghea, seharusnya Elan bisa lebih cepat menyadari, seharusnya ia lebih peka dan mendengarkan nasihat cowok itu.

Tetapi semua sudah terlambat, Elan terlanjur menyayangi Ghea dengan segenap hatinya. Fakta yang baru saja ia ketahui seakan menampar dirinya untuk segera menyingkir dari hadapan Ghea. Elan harus tahu diri dan menekan perasaannya demi kebaikan mereka bersama.

Suara Regio tadi siang kembali terngiang di telinganya. Meramaikan kepalanya yang sudah cukup berisik dengan desingan penyesalan.

"Gue harap lo bisa bijak ambil keputusan."

"Seharusnya lo cukup tau diri untuk nggak ngecewain gue dan Dewa yang udah duluan ke atas karena perbuatan lo. Kalo nggak, lo bakal gue mampusin detik itu juga."

"Gue nggak main-main, Kelana. Camkan perkataan gue baik-baik."

Jadi, adakah pilihan yang lebih sulit selain meninggalkan Ghea sekarang?

Mungkin sejak awal, Elan memang tidak pernah punya peluang untuk memiliki Ghea. Apalagi mendapatkan kasih sayang dari cewek yang sudah ia hancurkan hidupnya sejak dulu.

Hukuman yang setimpal kini mendatangi Elan sebagai bayaran dari perbuatannya di masa lalu. Tidak peduli meski hatinya diremukkan paksa, mau tidak mau Elan harus menghadapi konsekuensinya.

Ia harus pergi dari kehidupan Ghea sebelum semuanya jadi semakin rumit dan berantakan. Sebelum rasa egois membutakan dirinya, sebelum ia nekad memiliki gadis itu apapun resikonya.

•••

maaf aku tidak bisa menahan diri membocorkan pov dari elan :"D

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

maaf aku tidak bisa menahan diri membocorkan pov dari elan :"D

7 Oktober, 2023.
ifira.

Cadel's Love Journey ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang