EXTRA PART | pregnancy journal

473 44 41
                                    

so, this is love.

──────

Kalau lagi gabut, Ghea tuh suka membaca pengalaman-pengalaman lucu yang diceritakan orang lewat sosial media. Yang bisa bikin dirinya ketawa sampai rahang pegel. Bukan yang lucu aja sih, kadang ada yang bikin kesel, marah sampai pingin banting ponsel rasanya.

Terkadang, Ghea juga menemukan orang-orang yang membagikan kisah uwu romantis mereka bersama pasangan. Kisah yang kayak gini nih, yang bikin Ghea pingin cepet menikah kala itu.

Tanpa sadar, dari kegabutannya membaca setiap pengalaman tersebut bikin Ghea belajar banyak hal. Tentunya masih tentang kehidupan. Ghea pernah membaca sebuah kutipan yang kalau nggak salah isinya tuh begini.

Jika kamu sudah memutuskan untuk menikah, maka kamu juga harus siap hamil dan punya anak.

Menurut Ghea, kalimat tersebut masuk akal. Karena ia sering menemukan keluhan banyak wanita tentang hal ini. Yang kepingin menunda dulu lah atau nggak siap punya anak lah. Sebenarnya itu tergantung masing-masing orang sih.

Tapi kalau dipikir pakai logika, harusnya dengan mereka memutuskan menikah, mereka juga harus siap dengan kemungkinan hamil cepat dan punya anak bukan?

Ia pernah menemukan kasus di mana ada pasangan yang karena nggak siap punya anak, malah menggugurkan kandungannya. Menurutnya itu sebuah tindakan yang sembrono dan tidak patut dilakukan.

Suatu hari di dalam kelas, Ghea teringat kembali dengan kalimat itu entah kenapa.

"Muka lo pucet banget, Ghe." celetukan Mona, teman sekelasnya membuyarkan lamunan Ghea. "Beneran lo nggak papa?"

Tentang hal ini, Ghea nggak ngerti. Padahal pagi tadi pas diantar Elan menuju kampus ia masih ceria-ceria saja. Jam sepuluh pagi badannya kerasa nggak enak. AC ruangan tiba-tiba mendadak jadi sangat dingin, membuat Ghea memakai jaketnya kembali. Ditambah badannya terasa pegal-linu, kepalanya juga pusing.

"Gue nggak papa kok."

"Kata gue mending lo ke dokter deh, periksa."

"Nggak perlu sampe segitunya, lebay lo ah!"

"Yeuh dikasih tau ngeyel." dengus Mona, membuat Ghea terkekeh.

Sepertinya Ghea masuk angin. Gejala-gejalanya mengarah ke situ. Ia hampir lupa jika kemarin ia dan Elan baru saja balik dari wisata arum-jeram. Plus paginya Ghea belum makan apapun.

Ghea berpikir mungkin setelah makan siang, tubuhnya akan membaik. Tapi dugaannya meleset, makin siang, matahari membuat kepalanya semakin berat. Ghea juga tidak bernafsu dengan menu makan siang di kampus. Membayangkannya saja sudah membuat perutnya terasa mual.

Akhirnya Ghea memutuskan untuk absen di kelas berikutnya. Ia sudah meminta ijin, tentunya dengan bantuan Mona. Elan pulang lebih cepat dari kantor untuk menjemputnya.

"Kenapa kamu sampe ijin pulang cepet?" tanya Ghea ketika mobil sudah melaju.

"Kayaknya aku masuk angin juga deh. Tadi pagi aku muntah."

Ghea tertawa. "Masa iya kita barengan gini sakitnya?"

"Nggak tau deh." Wajah Elan terlihat lesu. "Oiya, kamu udah makan siang?"

Ghea menggeleng. "Nggak ada yang menggugah selera makanku."

"Nanti aku bikinin sup ayam." Ghea hanya mengangguk. Suaminya itu tahu sekali jika sup ayam adalah comfort food-nya.

"Kemarin aku mampir ke rumah Kak Yaya." Fyi aja, rumah Naya berdekatan dengan rumah mereka. Meski beda kompleks, masih bisa dibilang tetanggaan lah ya.

Cadel's Love Journey ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang