Ada satu hal yang benar-benar tidak bisa Elan kendalikan, yaitu emosinya sendiri. Elan yakin, setiap orang pernah merasakan berada situasi ini, ketika hanya penyesalan yang tersisa sedangkan semuanya sudah terlanjur terjadi.
Ketidakstabilan emosinya sekarang membawa masalah. Elan tidak mengerti mengapa pengendalian emosinya jadi runtuh seketika jika sedang berhadapan dengan Ghea. Cewek itu selalu punya cara sendiri untuk membuat hipertensinya kambuh.
Sekarang Elan sedang dilanda panik sementara kakinya terus berjalan menyusuri daerah sekitar. Ia sudah bertanya pada beberapa pedagang di pinggir jalan tetapi mereka tidak ada yang melihat keberadaan Ghea.
Elan baru menyadari betapa pentingnya sebuah ponsel di situasi pelik seperti saat ini. Cuma kampretnya, ia ingat bahwa baik ponselnya maupun ponsel Ghea sedang Jauzan sita. Ingatkan Elan untuk setidaknya memberikan tendangan maut di bokong Jauzan nanti.
Elan berbelok di ujung jalan menuju pasar sambil sesekali menyisir pandangan. Siapa tau ia menemukan sosok Ghea di antara kerumunan orang tersebut.
"Pelrmisi, Bu. Ibu ada lihat cewek pake baju putih lewat sini nggak? Anaknya cantik, lrambutnya panjang diiket sepalruh gitu."
Sudah tidak terhitung berapa kali mulutnya mengeluarkan kalimat yang sama. Namun jawaban yang ia dapat juga tidak jauh berbeda. Ibu penjual sayur itu menggeleng pelan.
Elan makin frustasi dibuatnya. Cowok itu mengacak rambutnya sendiri, bisa-bisanya ia membiarkan Ghea pergi sendirian di wilayah yang bahkan tidak pernah gadis itu pijaki sebelumnya. Kalau ada yang bilang Elan adalah cowok paling jahat di muka bumi ini, maka ia tidak akan menampiknya.
Elan terus berjalan, melewati sebuah lapangan rumput yang tidak seberapa luas. Lapangan itu terletak di sebelah pasar, seakan menambah ramai kawasan yang sudah dikerumuni banyak orang itu.
Di tengah kegusarannya itu, Elan melihat sebuah sepatu di bawah pohon yang berhasil menyita perhatiannya. Ia berjongkok untuk mengamati ketika sebuah bola terlempar jatuh di samping kakinya. Seorang anak datang mengambilnya.
"Eh, itu 'kan sepatu Kakak yang tadi!" serunya pada teman-teman lainnya. Elan yang mendengarnya otomatis menolehkan kepala.
"Adek kenal yang punya sepatu ini?"
"Iya, tadi ada Kakak cantik bantuin kita ambil bola yang nyangkut di sana." tunjuk anak itu pada pohon di atasnya. "Keren banget! Kakaknya jatuhin bola pake sekali lemparan sepatu!"
"Kakaknya pake baju putih nggak?"
"Kok Abang tahu? Kakaknya pake dress putih gitu, cantik banget kayak Ibu Peri!"
"Telrus dia ke mana? Kalian tau nggak?"
"Abis bilang makasih, kita langsung pergi main lagi. Cuma kayaknya Kakak itu keburu-buru deh, langsung lari gitu tadi. Tuh buktinya sepatunya aja nggak sempet diambil lagi."
"Iya tadi aku lihat Kakaknya lari cepet banget!" Anak kecil lainnya datang menambahkan. "Terus nggak lama disusul Om Preman—astaga..." Anak itu menutup mulutnya. "Apa Om Preman ngejar Kakak cantik itu ya?"
Tidak butuh waktu lama bagi Elan untuk segera berlari menuju arah yang anak tadi tunjuk sambil mencengkram kuat sepatu di tangannya. Elan tidak akan memaafkan dirinya sendiri jika Ghea sampai terluka karenanya.
( ˶ ❛ ꁞ ❛ ˶ )
Ghea benci situasi seperti sekarang. Saat ia menyadari bahwa dirinya terluka mendengar kalimat Elan. Perasaan ini, aneh. Ia tidak pernah merasa sesedih ini mendapat kalimat pedas dari seseorang—kampretnya orang tersebut adalah orang yang ia taksir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cadel's Love Journey ✔
RomansaDemi memusnahkan gosip miring mengenai dirinya yang disangka hombreng alias homo, Elan rela menjalin hubungan pura-pura dengan Youtuber gila bernama Ghea. "Om, saya hamil!" "Muatamu!" • • • November 2022. ©ifiraptr.