18 | gungsuju

451 85 84
                                    

Ghea melangkahkan kaki menuju dapur ketika dirinya melihat sosok Elan tengah duduk ongkang-ongkang kaki di salah satu kursi meja makan. Padahal Ghea sudah membayangkan dirinya bisa langsung menyantap makanan setelah selesai mandi dan berbenah diri.

"Ngapain Om?"

Elan mengedikkan bahu. "Sepelrti yang lo lihat, gue lagi duduk."

"Why don't you start cooking?"

"Gimana mau masak kalo lo nggak kasih tau bahan-bahannya di mana dan mau makan apa?" Elan menjawab sewot.

"Yeuh ora usah nge-ghas ngunu ta! Harusnya lo tanya tadi, Om!" Ghea mengomel sembari menunjukkan beberapa bahan makanan di kulkas serta mengeluarkan alat memasak seperti panci, wajan dan kawan-kawannya.

"Gue lagi ngidam seblak nih kayanya Om."

Elan memutar bola mata. "Bahasa lo udah kayak orang hamil aja."

"Yaudah sih Om, sama aja pun artinya lagi pingin sesuatu."

Elan berdecak lalu mendekat pada Ghea. Cowok itu melipat lengan bajunya sebelum mulai mengumpulkan bahan-bahannya menjadi satu.

"Lo punya sosis atau bakso nggak?" tanya Elan sembari mengupas bumbu-bumbu seperti bawang putih, bawang merah. kencur dan lain-lain.

"Ada! Kayaknya Bunda baru beli sosis deh kemarin." Ghea melangkah menuju kulkas lalu kembali membawa beberapa sosis di tangan.

"Lo potongin kecil-kecil dah." Ghea mengangguk, mengambil tempat di sebelah Elan lalu mulai fokus pada pekerjaannya.

"Selring-selring aja lo nulrut gini, kan adem liatnya."

Ghea lantas menoleh sambil memicingkan mata. "Memangnya selama ini gue gimana?"

"Masih halrus dijelasin?"

"Anggun, berbudi pekerti luhur, baik hati dan tidak sombong. Begitu 'kan maksud lo?"

"Sebahagia lo aja dah." Elan menatapnya datar. Cowok itu mulai menumis bumbu halus yang sebelumnya sudah diblender.

Usai memotong sosis, Ghea kini sudah duduk anteng di kursi meja makan sambil memperhatikan punggung tegap Elan.

Kalau lagi serius, Elan benar-benar terlihat berbeda. Seperti sanggup menghipnotis siapa pun walau cowok itu hanya diam tanpa melakukan apa-apa.

Ghea tidak akan menyangkal jika ada yang mengatakan Elan terlihat cakep dari sisi mana pun. Cuma minus di akhlak saja sih, selebihnya cowok itu super fine.

Eh? Mengapa Ghea jadi memuji-muji cowok itu?! Ghea buru-buru menggeleng sambil memukul-mukul kepalanya yang mulai terbiasa memikirkannya.

"Ah shit!"

Umpatan itu berhasil bikin Ghea tersentak. Cewek itu lekas mendekat pada Elan yang sedang mengibas-ngibaskan jarinya di udara.

"Kenapa Om?"

"Kena wajan." ringis Elan, memperhatikan jemarinya.

Ghea berdecak melihatnya, ia meraih tangan Elan lalu menyeretnya menuju wastafel, mengguyur jemari Elan di bawah aliran air kran.

"Kalo kena wajan panas itu jangan diliatin aja, minimal dinginin pake air mengalir!"

Elan diam saja, memperhatikan bagaimana Ghea memberikan atensi penuh pada jemarinya yang mulai memerah.

"Lagian kok bisa sih, ceroboh bener! Kalo masak tuh yang fokus! Lo bukan Master Limgood yang tahan panas!" omel Ghea beruntun.

Elan berkedip selama beberapa saat, padahal lukanya tidak seberapa tetapi mengapa Ghea terlihat sekhawatir itu? Melihat tingkah cewek itu, entah mengapa timbul sesuatu yang mengganjal di hatinya. Tidak, ini tidak bisa dibiarkan!

Cadel's Love Journey ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang