16 | tuman

449 84 49
                                    

Elan masih tidak percaya pada apa yang telah terjadi sekitar tiga puluh menit yang lalu. Setelah tiba-tiba Damkar datang untuk melepaskan jempol Ghea dari jeratan lubang kursi besi—ya, Naya benar-benar menelepon pemadam kebakaran untuk mengatasinya—sekarang Elan harus menjadi wasit, ah tidak lebih tepatnya juri untuk sebuah challenge dadakan.

Masih dengan pikiran yang linglung parah, ia memperhatikan bagaimana dua orang cewek yang tadinya berseteru sekarang tengah sibuk memilah-milih sebuah payung di salah satu toko dalam Mall.

Entah apa yang berada di pikiran Naya, cewek itu bersikeras melakukan tantangan yang Ghea beri demi meminjam kotak musiknya.

"Gue tantang lo jalan di Mall pake payung. Siapa pun yang sampe di lantai bawah duluan, permintaannya bakal dikabulin."

"Oke, siapa takut!" Naya menyahut penuh percaya diri kala itu dan Elan hanya bisa melongo saat tiba-tiba dirinya ditunjuk untuk mengawasi jalannya challenge tersebut.

"Ada syarat tambahan."

"Apa?"

"Selain pakai payung, harus cosplay pakai kostum."

"What?! Kenapa enggak bilang dari awal?"

"Kenapa? Lo takut?"

"Takut?" Naya berdecih. "In your dream!"

Begitulah bagaimana challenge itu tercipta dan sekarang Elan sudah berada di lantai dasar, menunggu siapa pun yang duluan menghampirinya. Fyi saja, gedung Mall ini berlantai delapan sementara Ghea dan Naya sepakat memutuskan memulainya di lantai lima, tempat mereka terakhir membeli payung dan masuk ke toilet untuk berganti kostum.

Elan menghela napas lelah, otot kakinya seakan ingin menanggalkan tulang-belulangnya. Bagaimana tidak, sedari tadi Elan dipaksa mengikuti Naya juga Ghea yang mondar-mandir memilih kostum sekaligus menjadi kuli sukarela untuk membawakan barang belanjaan kedua cewek itu..

Tadinya Elan sangat yakin jika dirinya masih kuat berdiri namun dengkulnya seolah lemas ketika melihat Naya sedang melambai ke arahnya dari lantai atas eskalator. Gaun merah khas tahun baru imlek melekat pas di tubuh cewek itu dengan tatanan rambut yang dicepol rapi ke atas. Riasannya sangat sederhana namun mampu memikat mata siapa pun yang melihatnya.

Perhatian semua orang masih tertuju pada Naya ketika dari sayap kiri gedung muncul Ghea dengan kostum ninja hitam minus penutup kepala. Jika Naya mengenakan kostum serba merah dengan memegang sebuah payung yang juga berwarna merah darah, maka Ghea memakai kostum serba hitam. Payung yang dia pegang pun berwarna gelap.

Di saat Naya menebar senyum semanis gula aren, Ghea malah sebaliknya. Cewek itu mungkin sedang dirasuki jiwa prajurit negara yang akan memulai peperangan hingga tatapannya begitu tajam. Keduanya kini sedang menuruni eskalator dan bersiap membuka payung mereka masing-masing.

Elan sudah sepenuhnya memfokuskan tatapannya pada Naya. Bagaimana cewek itu membuka payung lalu memakainya di tengah lautan manusia lain sementara ekspresinya tetap tenang, padahal banyak pasang mata yang seakan menilai gadis itu dengan berbagai macam tatapan.

Elan bahkan tidak sadar bahwa Naya sudah berdiri di hadapannya, cewek itu berteriak girang ketika dialah yang pertama kali menghampirinya. Itu berarti, Naya yang memenangkan challenge ini.

Elan hanya mengusap tengkuk untuk menutupi salah tingkahnya dan mengucapkan selamat pada gadis itu ketika secara bersamaan ia teringat sesuatu. Elan mengedarkan pandangannya dan menemukan Ghea yang tengah terlibat perdebatan serius dengan beberapa satpam di sisi kiri gedung. Elan memutuskan untuk menghampiri gadis itu dengan Naya yang mengekor di belakangnya.

Cadel's Love Journey ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang