BAB 28 : Teror II

804 60 5
                                    

Assalamualaikum, pembaca setia, mohon maaf PUK baru bisa update, pada baca gak nih jam segini?

Umma mohon maaf baru bisa update, dikarenakan kemarin Umma ada urusan keluarga hihi :)

Terima kasih yang masih setia menunggu cerita ini. Ikutin terus kisahnya Khadijah dan Gus Pahsya ya🤗

sebelum baca wajib banget tekan bintang dan komen positifnya ya..

OKE ENJOY
HAPPY READING

🐰🐰🐰

Siang ini Khadijah berencana untuk mengunjungi Pesantren. Setelah sarapan bersama Gus Pahsya Khadijah meminta izin untuk pergi ke pesantren seorang diri.

"Mas nanti siang aku mau izin main ke pesantren boleh?" tanya Khadijah seraya merapikan dasi Gus Pahsya.

Mendengar itu Gus Pahsya menaikkan satu alisnya bingung. "Kamu mau main ke pesantren? tanya Gus Pahsya menatap Khadijah di depannya. "Kemarin kita baru dari pesantren, sayang." Gus Pahsya mengelus rambut Khadijah dibalik hijabnya.

Khadijah mengangguk. "Iya Mas, boleh ya," bujuk Khadijah dengan menunjukkan puppy eyesnya.

Melihat itu, Gus Pahsya tersenyum. "Iya-iya, Boleh. Nanti setelah makan siang Mas jemput kamu ya," ucap Gus Pahsya.

"Gak usah Mas, Dijah bisa sendiri kok."

"Gak sayang. Mas gak izinin kamu pergi sendiri. Nanti kalo terjadi apa-apa sama kamu gimana? Biar Mas antar aja ya?"

"Mas ... percaya sama Dijah," ujar Khadijah sambil memegang kedua tangan Gus Pahsya bermaksud membujuk.

Gus Pahsya akhirnya mengalah. "Oke, Mas izinkan. Tapi, kamu diantar supir kantor ya. Mas gak terima penolakan," ujar Gus Pahsya.

Mendengar itu Khadijah mengangguk. "Iya, suamiku yang ganteng." Gus Pahsya tersenyum mendengarnya.

"Sini cium dulu," Gus Pahsya mendekatkan wajahnya menatap Khadijah kemudian menciumnya cukup lama.

Cup.

"Mas berangkat, ya. Kalo ada apa-apa jangan lupa kabarin Mas ya, sayang. Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam, kabarin Khadijah kalo udah sampe."

"Siap, Khadijahku."

Setelah berpamitan dengan istrinya Gus Pahsya masuk ke dalam mobil dan melajukannya menuju kantor.

🐰🐰🐰

Seorang pria dengan gamis dan sorban putih di kepalanya tengah duduk di samping pusara sahabat sekaligus besannya. Wajahnya terlihat sedikit sedih.

Ya, Dia Kyai Abimana. Setelah selesai membacakan doa, Kyai Abimana mendekat ke pusara Abi Rahman. Mengusap pelan batu nisan itu dengan tangan kanannya. Tak terasa, pria itu meneteskan air matanya.

"Assalamualaikum, Man. Aku datang lagi ke sini. Kamu pasti senang mendengar berita baik ini, Man--" Kyai Abimana menjeda ucapannya. Sambil sedikit terisak dia melanjutkan. "Perusahaan yang kita bangun sama-sama di sini, alhamdulillah berkembang pesat."

"Kalo kamu ada disini pasti kamu senang banget. Oh iya, Man. Anak-anak kita sekarang sudah pindah ke Jakarta. Pahsya mengurus Perusahaan dan pesantrenku di sana. Tapi kamu tenang aja, mereka berdua selalu datang ke sini."

"Aku janji sama kamu Man, aku akan menjaga anak-anak kita. Aku akan menjadi Abi terbaik buat mereka berdua."

Setelah mengatakan itu, Kyai Abimana tak sanggup menahan air matanya. Lelaki itu menangis. "Aku pulang dulu, ya, Man. Kita semua selalu mendoakan kamu. Assalamualaikum." Kyai Abimana melangkahkan kakinya pergi dari sana.

PERMATA UNTUK KHADIJAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang