"Apa ya-"
POOF!!
"..."
Ketika Luzel sudah siap mengurus berkas berkasnya ia pun menghampiri Neo dan Sia di dapur.
Ketika memasuki dapur ia melihat Sia sedang sibuk dengan bungkusan. Luzel penasaran dan berusaha mendekat.
Ketika ia ingin bertanya tiba tiba saja pemandangan di depannya menjadi berkabut. Bagaimana tidak hal itu disebabkan oleh Sia yang dengan sekuat tenaga membuka bungkus tepung dan tiba tiba karena saking kuatnya bungkus itu sobek dan mengakibatkan beberapa tepung berhamburan.
"Uhuk uhuk!..."
Mendengar suara batukan Sia, Neo yang awalnya masih mencari bahan kue kini berlari mencari Sia di tengah kabut tepung itu begitu juga Luzel.
"Sia?"
"Uhuk...uhuk.."
Ketika sudah berada di dekat Sia, Luzel langsung membersihkan muka Sia yang kena tepung dengan sapu tangannya. Sedangkan Neo mengambil air minum untuk meredakan batuk Sia.
Setelah Sia baik baik saja, dia tiba tiba terkekeh lucu dan itu membuat Neo dan Luzel bingung.
"???"
"Heheheheh maaf"
"Hahh kamu buat kami khawatir saja" ucap lega Neo.
"Hahahah kamu tidak perlu minta maaf ini wajar dalam membuat kue" sambung Neo sambil membersihkan dahi Sia yang masih bertepung.
"Oiya Luzel mau bicara apa tadi?" Tanya Sia yang tadi sempat mendengar suara Luzel sebelum ledakan tepung tadi.
"Aku mau nanya apa yang kamu lakukan" jawab Luzel sambil melirik meja yang berantakan karena tepung.
Sia yang ditanya seperti itu tertawa kecil, ia menghindari tatapan Luzel dan pura pura sibuk dengan membersihkan meja yang kotor akibat perbuatannya.
Luzel dan Neo yang melihat tingkah malu malu Sia hanya bisa tertawa di dalam hati dan gemas ketika melihat perubahan pipi Sia yang merona karena malu.
"Ya sudah kalau gitu ayo kita buat kuenya. Nanti keburu mereka sudah pulang" Ucap Neo menyuruh mereka untuk segera bekerja.
Mereka pun segera memulai membuat kue. Sebelum mulai Luzel menyuruh Sia untuk duduk di kursi yang sudah ia bawa dari ruang makan. Luzel menyuruh Sia bekerja sambil duduk saja. Mau tidak mau Sia hanya menurutinya saja.
Kini Neo sedang membuat adonannya, sedangkan Luzel dan Sia membuat campuran warna untuk menghias kue dengan pewarna makanan.
Selesai Neo membuat adonannya, ia membawa adonan itu ke depan Sia karena ia tau Sia di larang banyak gerak sehingga ia di suruh untuk duduk saja.
"Nah Sia bisa masukan adonan ini ke loyang kecil?" Sia mengangukkan antusias, ia memasukan pelan pelan adonan itu ke tiga wadah kecil yang di kasih Neo tadi.
"Adonannya tidak perlu penuh, hanya setengahnya saja" tambah Neo.
Pada penuangan adonan pertama Sia di bantu Luzel, karena Sia tampak keberatan untuk mengangkat wadah adonan itu. Namun ketika penuangan kedua dan ketiga Sia melakukannya sediri karena isi dari wadah adonan itu tidak seberat yang pertama.
"Wahh bagaimana Kakak bisa buat kue?" Tanya Sia di tengah aktivitasnya.
Neo yang berada di sampingnya tertawa "Aku belajar dari ibu. Sebelum kami pindah ke mansion mu, kami sudah mandiri. Sehingga apa pun yang kami lakukan itu tanpa bantuan para maid. Semenjak itu ketika ibu memasak aku akan ikut membantu dan dapat melihat langsung cara pembuatan berbagai macam makanan" jelas Neo mengingat masa lalunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
(End) Athanasia Wagner 2 : Seven Lights
Teen Fiction"Sia apa pun yang terjadi kami akan selalu berada di sisimu" "Tidak perlu takut karna kami akan selalu menjadi cahaya mu di malam hari dan akan menjadi awan mu di siang hari" "Tetaplah jadi Sia kami, Sia yang kuat dalam semua rintangan hidup, Sia ya...