Ancaman

115 6 0
                                    


Keesokan paginya Sia dan yang lain sedang sibuk mengadakan rapat di ruang kerja yang ada di mansion itu.

"Baik, kita sudahi rapat kali ini" ucap Sia mengakhiri rapat tersebut.

Mereka pun keluar dari ruang kerja menuju ruang makan untuk makan siang.

"Hmm apa kalian tidak bosan terkurung di sini?" Tanya Sia pada yang lain.

"Kamu bosan?" Tanya Felix yang di angguki Sia.

"Kita jalan jalan yuk. Lagi pula kenapa mansion ini jauh sekali dengan kota" ucap Sia.

Mereka yang mendengar itu merasa Sia betul. Karena beberapa hari ini mereka tidak pernah ke luar dari mansion kecuali kemaren untuk memberikan tugas ke kampus.

Bagi mereka tidak masalah untuk tetap mengurung diri di sana tapi beda halnya dengan Sia. Mereka memahami rasanya ketika kehilangan lima tahun hidup untuk menikmati dunia kejam ini.

Sia belum sampai setahun setelah sadar dari koma, maka dari itu pasti ia masih ingin mengetahui perubahan dunia ini selama ia tertidur.

Melihat Sia sedikit tertekan dengan ini semua. Neo menatap Luzel dan mengangguk. Luzel paham artinya langsung menatap Sia.

"Ingin ke Jerman?" Ucap Luzel yang langsung mendapatkan atensi Sia.

Mendengar nama negara yang sangat ia rindukan Sia pun mengangguk antusias dengan mata yang berbinar binar.

Mereka semua terkhusus Luzel yang melihat itu ingin sekali mencubit pipi Sia tapi mereka sadar hal itu akan membuat Sia kesakitan.

"Yasudah nanti malam kita akan berangkat" sambung Luzel.

Sia pun menghabiskan makanannya dengan semangat hal hasil pipinya menjadi mengembang seperti tupai yang menyembunyikan kacang dalam mulutnya.

Merasa tidak tahan akan keimutan itu Kai, Felix, Raven, dan Lion berdiri dan berjalan mendekati Sia.

Tiba tiba.....

Nyut!!...Nyut!!!....Nyut!!.

Tap...tap...tap...

"......"

"Akh!!! KYAA!!!! hiks~....hiks"

Mereka berempat dengan cepat mencubit pipi Sia gemas dan berlari langsung menuju ke atas tanpa memperdulikan tangisan Sia.

Awalnya Neo dan Lucas tidak mengetahui hal itu sebelum teriakan Sia yang membuat mereka terkejut. Ketika mereka melihat ke arah Sia mereka terdiam dengan pipi Sia yang sudah memerah dan jangan lupakan air mata yang sudah mengalir dari mata indahnya.

Lain halnya dengan Luzel yang langsung berdiri menghampiri Sia. Ia mengusap pelan pipi Sia untuk mengurangi rasa sakit itu.

"Sudah sudah, jangan menangis...ssttt" tenang Luzel.

"Sakit~ hiks" lirih Sia.

Tidak ada angin, tidak ada hujan, tidak ada badai tiba tiba entah dari mana Luzel mendapatkan pikiran itu ia langsung saja mengecup kedua pipi Sia.

"Sakit sakit pergilah~" bisik Luzel. Walaupun ia juga tadi terkejut dengan tindakannya ia masih punya urat malu terhadap dua manusia lainnya yang sedang menatapnya. Maka dari itu ia hanya bisa membisikkan kata kata itu pada Sia.

"Ba-bagaimana tidak sakit lagi hmm?" Tanya Luzel sedikit gugup karena ia berusaha menetralkan detak jantungnya yang serasa ingin keluar.

"Um" ucap Sia dengan anggukanya.

Karena Sia sudah tidak mood lagi untuk melanjutkan makanannya ia pun bergegas ke kamar untuk menyiapkan keperluannya untuk nanti malam.

Melihat Sia sudah menghilang dari hadapannya, Luzel langsung jatuh terduduk di bangku yang Sia duduki tadi. Sedangkan Neo dan Lucas menatap takjub Luzel dengan memberikannya acungan jempol.

(End) Athanasia Wagner 2 : Seven LightsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang