DUA BELAS

869 64 24
                                    

Hiii!

apa kabar semuanya?

masih stay kah?

ayoo siapa yang udah kangen ama tuan ustaz muda ini?

Gak ada, nih?

Huhuu....

Walaupun gak ada yang kangen, cerita ini tetap harus lanjut ok!

Happy reading🦋

.
.
.

"Mas nganggap Rara tuh sebagai apa?"

Deva menutup buku bacaannya, membaringkan tubuhnya ke arah Rara berbaring, menjadikan tangan mereka sebagai bantalan kepala.

"Kenapa memangnya?"

Rara memainkan infus di tangan Deva," Kamu itu ternyata misterius ya mas."

Deva mengangkat alis sebelah, benarkah?

"Rara juga kan berhak tau, Rara udah nerima Mas Deva sebagai suami kok beneran deh," jemarinya membentuk huruf V tapi ini bukan v taehtyung.

"Kalau sudah menganggap saya sebagai suamimu berarti harus---" Deva menggantung kalimatnya, tantannya menarik Rara dalam pelukannya, takut terjatuh karena kasur RS tak sepeti kasur di rumah, It's right?

"Mas, Rara serius loh jangan bercanda!"

"Saya gak lagi bercanda,Ra. Kalau kamu sudah menganggap saya sebagai suami mu berarti kamu harus siap menyebrangi samudera luas menggunakan kapal yang di pimpin oleh saya sendiri."

Rara menggangguk, paham dengan maksud Deva."Rara juga berhak tau kan masa lalu mas Deva? Rara pernah baca buku katanya bertahannya sebuah hubungan itu dibangun oleh keterbukaan dan kesabaran."

Jemari Deva mengusap puncak kepala Rara, lalu mencium kening Rara. Jujur saja Rara sangat suka diperlakukan lembut seperti ini, seorang wanita akan merasa dicintai yaitu ketika pasangannya menciumi keningnya.

"Sudah saatnya kamu tau."

Rara mendongak, bersiap mendengarkan semua cerita masa lalu Deva.

Deva melirik jam yang menempel di dinding ruangan, sudah masuk waktu isya.

"Kita shalat dulu ya."

Rara membantu Deva untuk berwudhu walaupun Deva tak memintanya, tapi Rara yakin sebenarnya Deva merasa kesulitan untuk berwudu.

"Allahu akbar..."

Deva mengimami Rara di ruangan opname, suara merdu Deva membacakan surah Al fatihah menggema indah ke penjuru ruangan.  Di balik pintu seorang dokter pria yang hendak memeriksa Deva mengurungkan niatnya untuk masuk, Ia mengintip dari celah jendela, memperhatikan Deva yang selesai sholat lantas berdoa dan bersalaman mesra dengan Rara. Dokter tersebut menyungging senyum walaupun dirinya bukan seorang muslim tetapi Ia sangat menyukai hukum islam yang memperlakukan wanita dengan baik.

cklek...

Keduanya menoleh ke sumber suara," Permisi Tuan Deva Althar, saya ingin memeriksa anda sebentar."

"silahkan."

Dokter memeriksa denyut jantung Deva menggunakan stethoscope, mencari titik arteri yang tepat.

"Fantastic! kondisi anda sudah pulih, bahkan sebelum saya memberikan resep obat."

Rara tersenyum senang kendengar pernyataan dokter," karena saya tau obat yang ampuh untuk trauma saya ini." ujar Deva.

"Obat apa itu?"

Deva meraih tangan Rara yang berdiri di sampingnya, Rara terdiam kaku ketika Deva meraih tangannya lalu mengecup singkat,"dia adalah obatnya."

Untuk DevaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang