EMPAT PULUH EMPAT

228 10 0
                                    


Hello Everyone!

Masih ada yang stay kah?
Oke, langsung aja yaa

Happy reading🦋

****

"Karena itu gak akan membuat Risa kembali. Dan selamanya uang gak akan bisa membuat Risa hidup kembali."

Kalimat tesebut masih terngiang ngiang dalam pikiran Rara sampai saat ini. Sebuah kalimat sederhana, namun akan terasa berbeda jika yang mengatakannya adalah seorang Avicenna; sosok lelaki yang terlihat dingin dan misterius. Rara sempat berpikir jika lelaki dingin cuek saja bisa merasakan duka mendalam setelah kehilangan sosok gadis yang dicintainya bagaimana jika hal tersebut terjadi pada lelaki romantis, pengertian dan memberikan semua love languange nya kepada pasangan. Deva Althar, misalnya.

Rara menaruh kembali Hp nya, berhenti men scroll media sosial. Tatapannya beralih pada sosok disebelahnya yang tampak terlihat fokus menatap tablet, dengan satu tangan yang mengelus elus lembut tangan Rara. Karena merasa diperhatikan Deva melirik Rara sebentar dan tersenyum sebelum merubah posisi menjadi tiduran di paha Rara sambil memainkan tablet.

"Jangan tiduran sambil mainin tablet," peringat Rara.

"Aku lagi ngecek pekerjaan sayang, bukan lagi mainin tablet."

"Sama aja. Kan kamu sendiri yang suka bilang jangan main Hp sambil tiduran nanti matanya rusak," Rara menirukan nada bicara Deva ketika mengomelinya.

"Ini tablet sayang, bukan Hp." Balas Deva dengan menyebalkan membuat Rara kesal dan menarik daun telinganya.

"Aw! Sakit, baby kamu kok galak banget sama aku."

"Lagian sih kamu ngeyel."

Deva menegakan tubuhnya menjadi duduk dan meletakan tablet di pinggiran sofa.

"Ada apa sayang kamu pengen diperhatiin sama aku, hmm." Deva menangkupkan wajah Rara dengan kedua tangannya sambil menguyel nguyel pipi Rara.

"Apa sih kamu suka gak jelas aku gak lagi pengen diperhatiin sama kamu." Rara menepis tangan Deva yang menguyel uyel pipinya.

"Yaudah berarti lagi mau cerita nih pastinya?" tebak Deva.

Rara mengangguk ragu dan Deva segera menarik tubuh Rara ke dalam dekapannya.

"Mas Deva kok tahu kalau Rara lagi pengen cerita?"

Deva tersenyum mendengarnya, "tau lah. Kan kita satu hati."

Rara menepuk dada Deva pelan karena merasa geli mendengar ucapannya, " apa sih kamu mas."

"Jadi, sekarang kamu mau cerita apa?"

Rara terdiam menatap langit langit ruangan sejenak, "sebentar lagi Rara mau ujian akhir sebelum kelulusan." Ucap Rara terdengar tak bersemangat.

"Alhamdulillah dong, sebentar lagi kamu akan lulus terus kuliah eh by the way kamu mau kuliah dimana sayang? Mau di dalam negeri atau di luar negeri?"

"Belum tahu mas, ujian aja Rara masih suka bingung ngisi jawabannya."

"Kalau masih bingung berarti harus banyak belajar sama aku biar paham."

"Tapi kamu akhir akhir ini sibuk, mas."

"Gak sayang, pasti aku luangin waktu buat kamu. Daripada kamu belajar sendiri tapi gak paham kan?"

Entah mengapa mendengar ucapan Deva membuat Rara terharu sampai menitikan air mata, tentu saja Deva dibuat bingung olehnya.

"Kenapa nangis?" tanya Deva seraya mengusap jejak air mata Rara.

Untuk DevaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang