DUA PULUH ENAM

350 17 3
                                    

Hai semuanya, masih ada yang stay kah?

Semoga masih ada ya...

****

Pagi ini terasa lama karena perperangan dingin antara pasutri yang satu ini. Dari semalam keduanya saling mendiamkan, hanya berbicara seperlunya saja. Meskipun begitu, Rara tetap menjalankan kewajibannya sebagai istri dengan menyiapkan sarapan pada pagi hari ini.

"Jangan lupa bekalnya dibawa!" tegur Rara setelah selesai sarapan.

Deva mengangguk seraya meneguk air. Belakangan ini Rara memang sering membawakannya bekal, supaya tetap menjaga pola makan di sela sela jam kerja yang padat. Dan Deva tak mungkin menolak bekal yang sudah dibuat oleh Rara dengan susah payah meskipun masakannya kadang kekurangan dan kelebihan bumbu.

Rara merapikan piring kotor lantas membawanya ke wastafel untuk dicuci, Deva ikut membantu merapikan dengan membawa sebagian pirng kotor ke wastafel. Rara tak berkomentar apapun dengan tindakan Deva, lebih tepatnya Rara sedang malas untuk mengomelinya.

"Ih lepasin!" Rara memberontak ketika Deva memeluknya dari belakang secara tiba tiba, piring yang sedang dicuci hampir terjatuh dari genggamannya karena terkejut.

Bukannnya melepaskan, Deva semakin mengeratkan pelukannya. Menjadikan bahu Rara sebagai tumpuan kepalanya. "Masih marah?" tanya Deva dengan lembut.

Rara tak menjawab, Ia malah membasuh kedua tangannya dan menyudahi aktivitasnya sebelum semuanya selesai, "kalo gak mau bantuin jangan ganggu. Pergi sana!" Rara terus memberontak dan Deva semakin tak ingin melepaskannya.

"Kamu berangkat sama saya," ucap Deva datar dan mengandung sebuah perintah.

"Gak mau! Rara mau naik angkut- AHHH TURUNIN!!" Rara menjerit karena Deva menggendongnya ala bridal style, mau tak mau Rara harus melingkarkan kedua tangannya di leher Deva supaya tak terjatuh.

"Jangan membrontak kalau gak mau jatuh," peringat Deva karena Rara terus mencoba memberontak.

"Gila ya kamu mas! Kamu seharusnya gak boleh maksa orang kayak gini,"omel Rara. Deva tak mengindahkan omelan istrinya lelaki tersebut memacu langkah keluar menuju mobil.

"Buka pintunya," perintah Deva agar Rara membukakan pintu mobil yang tak dikunci itu, namun Rara tak mau melakukannya sehingga Deva membukakan dengan satu tangannya membuat Rara hampir terjatuh karena Deva melepas satu tangan untuk menopang tubuhnya.

Deva mendudukan Rara di samping kursi kemudi, menyalakan mesin serta ac supaya Rara tak kepanasan. "Dasar penculik, seenaknya gendong orang sembarangan!" Rara mendumel atas perlakuan Deva yang menurutnya seenaknya.

"Yang penting gak gendong istri orang," balas Deva yang membuat Rara melotot dan bersiap hendak memukul lengan Deva namun dengan sigap lelaki itu menahannya, menatap sejenak manik mata indah gadis mungilnya. Tatapan keduanya saling bertemu diiringi dengan ritme jantung yang berdetak lebih cepat.

"Gak boleh kasar, sayang." Deva mencium lembut tangan Rara, perlakuan Deva berhasil membuat hati gadis itu mencelos seperti ada sebuah kehangatan didalamnya sebuah senyuman tipis terukir di bibirnya. Sejenak melupakan bahwa mereka tengah bertengkar dan saling mendiamkan.

Buru buru Rara menarik kembali tangannya dan memalingkan wajah agar tak terlihat salah tingkah dihadapan suaminya, meskipun sebenarnya Deva sudah terlanjur melihat ekspresi Rara yang sedang salah tingkah itu.

"Saya mau ngambil tas dulu di dalam."

Rara tak merespon, berekspresi datar karena sejujurnya Ia masih marah dengan Deva. "Bekalnya jangan lupa dibawa," peringat Rara dengan wajah datar; tanpa melirik Deva sama sekali.

Untuk DevaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang