Sudah lebih dari setengah jam lamanya Deva menunggu Rara di depan kamar. Gadis itu masih berganti pakaian untuk acara wisuda pagi ini.
"Baby, kamu masih lama gak?"
"Sebentar lagi mas!" teriak Rara dari dalam kamar.
"Aku tunggu kamu di luar mau manasin mobil dulu."
"Oke mas!"
Deva beranjak mengambil kunci mobil lantas memacu langkah keluar untuk memanaskan kendaraannya. Sementara itu, Rara masih sibuk di dalam dengan riasan make up tipisnya. Karena gadis itu memiliki wajah yang sudah cantik natural sehingga tak perlu polesan make up tebal.
Rara menatap bayangan dirinya di pantulan cermin, senyumannya mengembang kala melihat betapa anggunnya dirinya ketika mengenakan kebaya abu dan polesan make up tipis. Rara menyemprotkan parfume ke seluruh tubuhnya, kini gadis itu sudah siap untuk merayakan hari terakhir sebagai remaja putih abu.
Rara berjalan keluar menuju mobil.
"Mas Deva!"
"Iya sayang sebentar." Posisi Deva membelakangi Rara, karena lelaki itu tampak tengah mengecek keadaan ban mobil.
Rara sedikit membungkuk karena ikut penasaran, "harus di service?"
"Aman nanti-" Ketika Deva menoleh ke arah Rara lelaki itu terdiam, netranya terpaku pada Rara yang tampak sangat cantik dan anggun. Meski bagi Deva sendiri, Rara selalu cantik setiap waktu.
Di tatap lama seperti itu membuat Rara mundur beberapa langkah. "Kenapa? Kok kamu natapnya kayak gitu?"
Deva menggeleng seraya menunjukkan senyumannya, "kamu terlalu cantik hari ini sampai aku terpesona kayak gini."
"Berarti kemarin kemarin Rara gak secantik itu! Maksud kamu gitu kan?"
"Enggak sayang, setiap waktu kamu selalu cantik tapi hari ini lebihhh cantik."
Rara hendak menunjukan ekspresi kesal namun, Ia tak bisa melakukannya. Gadis itu malah tersenyum malu.
"Ayo masuk!" Deva membukakan pintu mobil untuk Rara.
Rara tersenyum penuh arti pada lelakinya. "Thank you, king Deva."
***
Prosesi wisuda kerap kali menjadi hal yang ditunggu oleh para siswa tiga tahun ke belakang. Namun, ketika hari kelulusan itu tiba mereka semua seakan tak ingin mengakhirinya. Mereka berpelukan diiringi tangisan, merasa takut jika di dunia barunya mereka tak akan mendapatkan teman seperti mereka lagi.
"Rhei, Fad gue takut..." Lirih Rara dengan tangan yang terasa dingin dan basah.
Rheina dan Fadya memeluk Rara dari samping secara bersamaan, "gak usah takut Ra, kita bertiga tetep bakal selamanya jadi sahabat."
"Bukan itu yang gue takutkan."
Fadya dan Rheina mengendurkan pelukan beralih menatap Rara. "Terus?"
"Gini Rhei Fad.. Gue takut kalau nilai ujian gue gak sesuai ekspetasi mas Deva gue takut malu maluin dia."
Fadya meraih jemari Rara, "coba gue tanya sama lo apa pernah suami lo nuntut supaya lo jadi seorang yang perfect secara akademis?"
Rara menggeleng, Deva tak pernah menuntutnya seperti itu.
"Suami lo nyuruh lo belajar bukan berarti dia berharap kalau nilai lo harus bagus tetapi mungkin dia mau mengajarkan ke lo untuk menjadi seorang wanita yang gigih dan berusaha."
"Dia CEO Fad, dia pasti bakal diledek sama rekan rekan kerjanya kalau punya istri bego kek gue."
"Ra, dengerin gue..." kini Rheina ikut bersuara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Devara
Teen FictionIni bukan kisah tentang anak gang motor dengan gadis polos. Bukan kisah seorang Gus yang di jodohkan dengan Ning yang sholehah. Kisah ini untuk Devara.... Allah telah merangkai alur menulisnya dengan qolam di atas lembaran kertas takdir. Devara...