Hello everyone!
Masih ada yang stay kah?
Huhu maaf ya agak lama, tapi in syaaAllah ada kabar baik buat part ini hehe.....Langsung aja yaa
Happy reading🦋
****
CIIIITTT!
"WOY NYETIR YANG BENER!"
Deva memejamkan matanya seraya menghela nafas gusar, dengan posisi kaki masih menginjak rem. Setelah melontarkan makian pengendara yang hampir ditabraknya langsung melesat pergi.
Deva mengucapkan kalimat syukur dalam hati karena Tuhan masih menyelamatkannya. Lelaki itu hendak meminta bantuan pada anggota Alma untuk menggantikannya menyetir mengingat kondisinya yang mulai memburuk. Namun, sialnya Deva tak membawa Hpnya.
Karena tak memungkinkan untuk tetap mengendarai mobil, Deva memutuskan untuk keluar mencari transportasi umum dan meninggalkan mobilnya di tepi jalan. Karena sudah malam akan sulit baginya mencari transportasi umum di pinggir jalan, jadi lelaki itu berjalan beberapa meter menuju halte bus. Dengan nafas terengah engah dan langkah cepat Deva menerobos hujan yang masih deras.
Cukup sulit bagi seseorang yang memiliki trauma terhadap air untuk menerobos derasnya air hujan.
Tetapi, Deva tetap melakukannya karena malam ini Ia harus kembali pulang.
Sebuah bus berhenti tepat di halte, Deva segera bergegas masuk ke dalamnya. Dinginnya AC bus menerpa tubuhnya yang masih basah kuyup karena hujan. Lelaki itu tak duduk karena tubuhnya masih basah.
"Nak, keringkan bajumu." Seorang wanita paruh baya menyodorkan sebuah handuk kecil.
Deva meraih handuk tersebut setelah mengucapkan terima kasih.
Setelah mengeringkan sebagian tubuhnya baru lah lelaki itu duduk.
"Bu, boleh minta alamatnya? Nanti saya kembalikan handuknya setelah dicuci." Ucap Deva dengan sopan.
Wanita paruh baya itu tersenyum, "kamu sungguh baik nak. Tapi tidak usah dikembalikan."
"Tapi bu-"
"Anggap saja ini perintah seorang ibu pada anaknya." Perkataan wanita tersebut membuat Deva terdiam sejenak, karena bahkan sekali dalam seumur hidup dirinya tak pernah bertemu dengan sang ibunda.
Jikalau ketika Ia masih bayi pernah melihat wajah sang ibunda, mungkin itu lebih pantas disebut sebuah perpisahan bukan sebuah pertemuan. Karena sampai kapanpun sang ibunda takan pernah bisa membalas tatapannya.
Deva tertunduk dalam seraya mengangguk, "terimakasih."
Tak lama wanita paruh baya itu turun dari bus, mungkin rumahnya tujuannya sudah sampai atau mungkin tujuannya naik bus hanya untuk memberikan handuk kecil pada Deva lantas pergi.
Deva mengenyahkan pikiran anehnya, lelaki itu perlahan memejamkan matanya merasa cukup lelah dengan aktivitas hari ini.
"Kakek? Papa kemana? Kok gak pernah jengukin Deva, hiks." Deva kecil tampak menangis di hadapan sang kakek.
"You are the king, Deva seorang raja tak akan pernah terlihat sedih hapus dulu airmatamu." Sang kakek mengusap ouncak kepala Deva dengan lembut.
"Deva, ingat kata kata kakek kalau kamu itu kelak akan menjadi seorang raja yang memimpin banyak kerajaan jadi, kamu jangan harus kuat dan tegar. Seorang raja tak akan pernah terlihat menangis dan bersedih di hadapan rakyatnya."
Di sisi lain, Deva kecil berada di pantai. Berhadapan dengan hamparan laut biru yang luas. Tak ada siapapun di sana kecuali dirinya.
"Kakek?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Devara
Teen FictionIni bukan kisah tentang anak gang motor dengan gadis polos. Bukan kisah seorang Gus yang di jodohkan dengan Ning yang sholehah. Kisah ini untuk Devara.... Allah telah merangkai alur menulisnya dengan qolam di atas lembaran kertas takdir. Devara...