LIMA PULUH DUA

156 5 0
                                    

"Udah sampai, bangun baby."

"Hmm..." Rara melenguh dan malah memeluk lengan Deva semakin erat.

Deva mencoba untuk mengendurkan pelukan Rara namun gadis itu malah memberontak tak ingin dilepaskan.

"Gak mau dilepas." Gumam Rara dengan posisi masih memeluk manja tangan Deva.

Deva menghela nafas seraya tersenyum, "turun dulu yuk! Nanti lanjut peluk aku lagi."

Rara menggeleng tanda menolak.

Jika sudah mode manja seperti ini, sudah dipastikan Rara benar benar tak ingin lepas darinya. Deva mengangkat tubuh Rara dan membawanya masuk ke dalam rumah.

Diam diam Rara tersenyum ketika Deva menggendongnya dengan sangat hati hati. Lelaki itu benar benar ingin menjaga moodnya dengan cara yang sangat baik dan lembut.

"Mas Deva mau kemana?" tanya Rara setelah Deva meletakan gadis itu ke atas kasur.

"Mau bersihkan badan dulu sebelum tidur, kamu juga Ra."

Dengan gerakan malas Rara bangun untuk membersihkan tubuhnya terlebih dahulu sebelum tidur. Karena sangat tidak nyaman jika tidur dengan keadaan tubuh yang masih lengket karena belum dibersihkan.

Usai membersihkan diri, keduanya menyempatkan untuk mengobrol santai terlebih dahulu sebelum tidur.

"Tadi ujiannya gampang?"

Rara mengangguk, "gak tahu benar atau enggak tapi tadi Rara bisa jawab semuanya."

Deva tersenyum, mengusap pelan puncak kepala Rara. "Jangan pikirkan hasilnya yang terpenting sudah berusaha dan berdoa."

"Iya mas, Rara juga gak terlalu mikirkan nilai bisa lulus juga udah sangat alhamdulillah."

"Syukurlah kalau begitu karena kamu sudah mau ceria seperti ini juga aku udah bersyukur banget."

"Mas Deva..."

"Iya, baby ada apa?"

"Mas Deva gak kangen sama bayi kecil kita?"

Deva tak menjawab, lelaki itu malah menyelipkan anak rambut Rara ke belakang telinga supaya lebih leluasa wajah cantiknya.

"Mas... Rara nanya ,lho."

"Cantik."

"Mas Deva..."

Deva mengangguk dengan tersenyum, "sejujurnya aku juga rindu tapi aku juga gak mau membuat kamu sedih terus."

"Rara gak sedih kok mas, Rara udah ikhlas tapi yaa emang salah ya kalau rindu."

"Enggak, Ra. Enggak salah itu hal wajar tapi ingat jangan terlalu berlebihan okay?"

Rara mengangguk seraya menarik nafas.

"Mau lihat bayi kita gak?"

Rara mengerutkan alis, "dimana?" emangnya bisa?"

Deva menarik gorden dekat tempat tidur, sehingga menampakan pemandangan langit malam yang menakjubkan karena kerlipan bintang dan cahaya bulan.

Deva menggeser tubuh Rara hingga tak ada jarak diantara mereka. Karena jendela kamar yang terbilang cukup besar mereka bisa leluasa melihat keindahan langit malam.

"Dia ada disana." Deva menunjuk sebuah bintang kecil yang terang.

Rara menyandarkan kepala di dada bidang Deva.

"Kamu tahu nak, mama mu ini sangat menyayangimu bahkan jauh sebelum melihatmu dia sudah sangat menyayangimu."

Rara mendongak ke arah Deva.

"Mama mu sangat cantik, nak.

"Andai kamu melihatnya secara langsung, pasti kamu akan takjub."

Rara benar benar tak bisa menyembunyikan ekspresi bahagia nya, kalimat yang diucapkannya begitu sederhana namun mampu membuat hatinya berbunga bunga.

"Ayah mu juga tampan dan sangat hebat nak. Andai kamu bisa merasakan kasih sayangnya secara langsung."

Deva mengusap bulir air mata yang jatuh di pipi Rara, lelaki itu meraih dan mengenggam tangan Rara dengan lembut.

"Di syurga nanti kita bertiga pasti akan bertemu dengan kebahagiaan yang abadi."

****

🥹🤍

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🥹🤍

Untuk DevaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang