Hello guys!
Maaf baru comeback wk.
Terimakasih banyak udah baca sampai part inisemoga masih tetep suka
Happy reading🦋
****
"Jangan merasa asing, lo udah jadi bagian penting di hidup gue."
Rara memalingkan wajah untuk menyembunyikan seulas senyumannya, "gak jelas lo! Mending anterin gue beli makanan ke bawah."
Kazama tersenyum simpul seraya melipat tangannya ke dada, "harusnya lo yang bilang sebaliknya ke gue."
"Hah?"
"Harusnya lo bilang gini 'Zam lo itu penting di hidup gue karena lo itu suka membantu gue' bukan malah sebaliknya ini mah malah gue yang bilang begitu."
Rara mendengus, dasar lelaki tak tahu diri ini selalu saja meminta validasi atas kebaikannya.
"Bacot lo Zam, astagfirullah." Rara mengelus dada agar tak mengeluarkan kata kata kasar.
"Astagfirullah, kalau jadi istri pak ustaz gak boleh ngomong kasar."
"Pak pak pak mata lo peyang! Suami gue belum bapak bapak ya."
"Ya kan siapa tahu sebentar lagi mau jadi bapak."
Rara terdiam sejenak, mencerna ucapan Kazama barusan.
"Dahlah ayo! Kenapa jadi bahas itu sih." Rara mulai memacu langkah untuk menghindari topik pembicaraan.
"Kenapa tiba tiba lo sensi atau jangan jangan lo sebenarnya sedang ha-"
"Diem gak lo!" Rara sampai berbalik ke belakang untuk memberi peringatan pada Kazama agar tak banyak bicara selama berjalan karena beberapa orang yang lewat akan memperhatikan mereka.
Namun, bukan Kazama jika kerjaannya tak membuat gadis itu kesal. "Katanya kalau perempuan yang udah nikah terus emosian gak jelas kemungkinan ada dua faktor."
Rara menatap Kazama dengan tatapan tajam, tetapi lelaki itu malah menatapnya balik seperti menantang kembali.
"Ada dua faktor kemungkinan yang pertama dia sedang haid dan yang kedua..."
"Sedang ha-mil." Kazama mengeja kata terakhir tersebut sebagai penekanan.
Rara meremas tangannya kuat berusaha untuk menahan amarahnya yang membara, Kazama malah berjalan masuk ke dalam lift diikuti oleh Rara setelahnya.
Dalam hati kecil Rara sebenarnya ada sebuah kekhawatiran, khawatir jika salah satu yang dikatakan Kazama itu benar.
Diam diam Rara mengingat dan menghitung kapan terakhir dia datang bulan.
TING!
Pintu lift terbuka, Rara terhenyak. Bukan karena suara lift terbuka tapi karena....
Rara sudah telat datang bulan hampir dua bulan!
***
"Lo beneran mau antri beli ayam? Mendingan beli nasi biasa aja biar gak antri panjang."
"Enggak, gue mau antri aja."
Kazama menghempaskan nafas gusar hingga bahunya sedikit menurun, dasar perempuan itu aneh! Ada yang lebih mudah tapi memilih yang ribet!
Mereka berdua kini tengah jajan di pinggir jalan. Padahal di rumah sakit tersedia kantin yang cukup nyaman untuk makan tanpa harus menunggu antri sembari berdiri.
Rara memperhatikan jalanan yang ramai oleh kendaraan yang berlalu lalang. Di seberang sana ada sebuah apotek dan juga minimarket.
"Zam, lo tunggu disini aja ya gue mau kesana dulu." Ucap Rara seraya menunjuk ke arah apotek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Devara
Teen FictionIni bukan kisah tentang anak gang motor dengan gadis polos. Bukan kisah seorang Gus yang di jodohkan dengan Ning yang sholehah. Kisah ini untuk Devara.... Allah telah merangkai alur menulisnya dengan qolam di atas lembaran kertas takdir. Devara...