DUA PULUH SATU

422 10 0
                                    


Hello!

Masih ada yang stay kah?

Mau double up, biar cepet kelar trus leluasa promosiinnya.

Doain ya guys✨

Happy Reading🦋

***

Senyuman Deva terbit kala melihat gadis cantik yang tertidur nyenyak di sampingnya. Tangannya mengelus lembut puncak rambut gadis kesayangannya.

"Mimpi indah, Ra." Deva mencium kening Rara sebelum Ia beranjak menuju dapur, entah kenapa tenggorokannya terasa kering sekali.

Waktu menunjukan pukul tiga pagi, sebenarnya Deva tak bisa tertidur nyenyak malam ini. Ada satu hal yang membuat tidurnya tak nyenyak seperti ini. Ada seseorang yang memata matai gadisnya di mall tadi.

Di mall tadi....

Deva memperhatikan seorang pria berpakaian serba hitam dan masker dengan warna serupa berdiri tepat di belakang Rara, adanya pemeriksaan barang oleh penjaga membuat adanya sedikit antrian ketika masuk. Entah mengapa Deva memiliki insting buruk terhadap pria tersebut, nampak sekali Ia menghindari pemeriksaan. Pria itu menyelinap menghindar diantara kerumunan, Deva lantas berlari ke arah pria tersebut mengabaikan ocehan petugas yang menyuruhnya untuk berhenti.

Pria tadi masih mengikuti Rara secara diam diam, agar tak ketauan membuntutinya Ia pura pura tengah melihat lihat sebuah produk elektronik yang berada tak jauh darinya. Namun, Deva tak sebodoh itu untuk tak mengetahui rencana busuknya.

Rara dan kedua temannya tak mencurigai pria itu, mereka tengah asyik mengobrol seraya keluar masuk dari toko satu ke toko yang lainnya. Tentu saja pria itu mengikuti pergerakan mereka. Namun Deva langsung menahan pergerakan pria tersebut dengan menahan tangannya.

"Jangan ikuti mereka!" ancam Deva dengan sorot mata yang tajam.

Pria tersebut menghentikan pergerakannya, tak menoleh.

"Maksud anda?"

Deva tak menjawab, dengan paksa Ia merampas sebuah benda kecil yang disembunyikan di tangan kirinya. Sebuah chip.

Pria tersebut berlari setelah mencengkram kuat tangan Deva yang terluka akibat pukulannya beberapa hari lalu. Deva sedikit meringis, apalagi ketika darah mulai bercucuran akibat cengkraman pria asing itu.

Deva tak ingin kehilangan jejak, Ia berlari mengejar seraya memegang tangannya yang berdarah. Aksi Deva menjadi sorotan beberapa pengunjung mall. Keramaian pengunjung yang datang membuat Deva kehilangan jejak, meski begitu Deva sempat melihat plat nomor mobilnya.

"Mas Deva sedang apa?"

Deva sedikit terkejut, membuat Rara yakin kalau Deva sedang melamun.

"Eh, minum." Deva menuangkan air  ke dalam gelas lantas meneguknya.

"Duduk!"

"Ouh iya lupa maaf."

Rara menggelengkan kepala, sepertinya Deva terlihat sedang memikirkan sesuatu maksudnya sebuah beban.

"Kamu kebangun?"

"Iya, kebangun gara gara dengar suara dering telepon Mas Deva." Rara menyodorkan ponsel milik Deva.

"Siapa yang menelpon pagi pagi buta ini?"

"Kazama."

Deva melipat dahinya, jika Kazama menelpon di waktu yang tak seharusnya, maka sudah dipastikan ada sesuatu yang sangat penting.

Untuk DevaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang