Ia menatap ke depan, ternyata beberapa pelayan masih ada disana. Jangan lupa, beberapa prajurit bersenjata juga berdiri di sana mengambil posisi siaga. Pedang runcing dan cambuk tersangkut kokoh di baju mereka. Itu pedang sungguhan dan juga cambuknya. Sepertinya hari ini Ia akan benar-benar kehilangan kepalanya. Ia tidak seharusnya mempercayai Charlos seutuhnya.
"Itulah sebabnya banyak orang bilang jangan mempercayai laki-laki" ujar Dira. Ia berdiri bersiap menghadapi hukumannya. Sebelum itu Ia menatap Charlos yang sama sekali tak menatapnya.
"Dasar bajingan" ujar Dira yang di tujukan pada Charlos. Ia mengepalkan tangannya tak terima.
"Perketat penjagaan saat pertemuan umum nanti. Jangan biarkan siapapun menyelinap. Hanya pelayan yang di tunjuk yang boleh memasuki pertemuan umum" ujar Charlos.
Prajurit itu kemudian menekuk lutut dan memberi hormat.
"Siap pangeran" ujar prajurit itu serentak.
"Baiklah, kalian boleh keluar" ujar Charlos.
Mereka semua berdiri sambil memberi hormat dan keluar dari kamar Charlos.
Setelah selesai Ia kemudian menatap Dira yang sudah keluar dari lemari. Sebelumnya Ia sudah memasang perisai tak kasat mata di sekitar Dira hingga tak seorangpun yang bisa melihatnya kecuali Charlos.
Dira mengerutkan keningnya heran. Kenapa orang-orang itu keluar tanpa mempedulikan keberadaannya.
"Maafkan aku, aku lupa kalau lemari itu tidak memiliki oksigen" ujar Charlos. Ia mengulurkan tangannya untuk membantu gadis itu berdiri.
"Harusnya kau periksa dulu. Dasar pria bajingan. Aah benar juga, Kenapa mereka tak melihatku? Padahal suaraku cukup deras saat menggerutu" Tanya Dira sambil berdiri sendiri dan mengabaikan Charlos yang sudah mengulurkan tangannya.
Charlos kembali menarik tangannya karena merasa di abaikan.
"Aku memasang perisai di sekitarmu hingga mereka tak melihatmu" ujar Charlos sedikit ketus. Bukannya berterima kasih, gadis itu malah mengatainya bajingan."Jika kau bisa melakukan hal seperti itu kenapa kau menyuruhku bersembunyi di dalam lemari. Kau mengerjaiku? Kau sengaja melakukannya agar aku mati?" Ketus Dira.
"Otakku tidak berfungsi jika panik. Sekali lagi maafkan aku!" Ujar Charlos sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Charlos memang memiliki kebiasaan aneh saat panik.
"Cih, benar juga, Kau punya kekuatan itu? Kau keren juga. Apa semua orang disini punya kekuatan? Apa ini negri sihir?" Tanya Dira antusias. Untuk pertama kalinya Ia mengeluarkan senyum yang merekah. Entah kenapa saat ini rasa marahnya seperti lenyap seketika.
Charlos mengarahkan tangannya ke arah gadis itu untuk menghilangkan perisai yang Ia buat.
"Tidak semua orang memiliki kekuatan. Hanya kaisar dan keturunannya saja yang memiliki kekuatan" ujar Charlos menjelaskan.
"Berarti kau keturunan kaisar? Kau bisa tetap memasang perisai tak kasat mata itu padaku? Aku ingin keluar dari sini" Tanya Dira sambil berjalan menatap kamar yang tiga kali lipat lebih luas dari apartemennya.
Charlos menghela nafasnya berat.
"Siapa kau sebenarnya? Kenapa penampilanmu sangat acak-acakan? Kata-katamu juga sangat aneh" Tanya Charlos. Lihat saja rambutnya yang terurai tapi berantakan, belum lagi riasan di wajahnya.Dira berfikir sejenak.
"Aku Sania Nadira yang biasa di juluki si gadis gila yang pemarah di kampus. Kau bisa memanggilku Nadira. Seperti yang aku bilang tadi, aku tersesat ke dunia yang sangat asing ini" ujar Dira. Ia menghentikan langkahnya saat melewati cermin. Ia menatap wajahnya yang seperti badut di cermin itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wrath Of The Savior (End)
FantasyBagaimana jadinya kalau seorang gadis pemarah tiba-tiba bertransmigrasi ke tempat asing bak negeri dongeng? Itulah yang saat ini dirasakan oleh seorang Sania Nadira, gadis bermanik coklat, berpipi tembem dengan minus akhlak, otak lumayan cerdas, pem...