Aula kekaisaran tampak ramai dipenuhi oleh para mentri. Mereka berbisik-bisik tentang kejadian apa yang terjadi hingga membuat seluruh mentri di undang ke istana.
"KAISAR DATANG," ucap lantang penasehat agung.
"Hormat pada yang mulia Kaisar," ucap seluruh orang yang ada di aula sambil bersujud. Seolah Kaisar itu adalah tuhan yang musti di sembah.
"Bangunlah," ujar Kaisar sambil duduk di singgasananya.
Semua orang kembali bangkit sambil menunduk.
"Masuklah," perintah Kaisar pada seorang yang dari tadi menunggu di luar aula kekaisaran.
Seorang wanita berpakaian mencolok masuk dengan wajah sembab dan luka goresan di wajahnya.
"Hormat pada yang mulia Kaisar," ujar wanita itu, Dravila. Wajahnya terlihat memprihatinkan hingga membuat semua orang menatap iba. Mentri Keuangan terperanjat melihat kondisi putrinya yang mengenaskan. Bagaimana hal itu bisa terjadi?
"Bangkitlah," titah Kaisar.
Dravila bangkit dengan tatapan matanya yang kosong.
"Yang mulia, hamba mohon keadilan," ujar Dravila sambil menitikkan air matanya.
"Katakan apa yang terjadi,"
"Yang mulia, pangeran ke tujuh, dia—sering memukuli hamba. Dia berbuat kasar setiap hari karena menganggap hamba selir tidak berguna. Hamba sering membela diri tapi dia semakin berbuat kasar. Ia bahkan membandingkan hamba dengan pelayan rendahan," ujar Dravila dengan tubuh gemetar. Terlihat raut ketakutan di wajahnya. Seolah seseorang akan memukulnya lagi.
Mentri keuangan terlihat maju ke depan. Ia tidak akan diam saja melihat kondisi putrinya menderita di tangan pria kehancuran itu. Dia dari awal sudah menantang pernikahan ini.
"Yang mulia, mohon keadilan untuk putri hamba,"
Wajah Kaisar terlihat tenang.
"Pengawal, bawa pangeran ke tujuh munuju aula kekaisaran," perintah Kaisar pada dua pengawal elit miliknya.
"Baik," kedua pengawal itu langsung berjalan menuju kediaman pangeran ke tujuh.
Elgar sedang memulihkan tenaganya. Tubuhnya mungkin hanya bisa bertahan dua bulan lagi. Racun penyegel sudah menyebar ke seluruh tubuhnya. Racun Oskos yang tertinggal juga sudah mulai menyerap seluruh energinya. Ia sudah tak bisa lagi berteleportasi atau menggunakan tenaga dalamnya.
Pintu kamarnya terbuka. Dua orang pengawal membawa titah kaisar.
"Pangeran ke tujuh. Yang mulia Kaisar menyuruh kami membawa anda ke aula. Maaf jika kami lancang," ujar seorang prajurit.
Elgar menatap mereka datar. Apalagi yang ingin dilakukan pria tua awet muda itu. Hukuman lagi?
Elgar tersenyum sinis. Ia berjalan menuju aula kekaisaran dengan dikawal oleh dua prajurit elit.
Mereka tiba di aula kekaisaran. Elgar menatap nyalang wajah kaisar disaat yang lain menunduk tak berani menatapnya. Memberi hormat? Cih, dia bahkan tak bertanggung jawab sebagai ayah. Lalu untuk apa memberikan penghormatan pada ayah yang menyiksa anaknya.
Semua mentri tak berani berkutik.
"Kenapa kau menyiksa nona Dravila?," tanya Kaisar tanpa basa basi. Dia juga tau bagaimana keras kepalanya Elgar.
"Aku tidak pernah melakukannya," ucap Elgar datar. Dia memang tak pernah menyentuh seinci rambut Dravila apalagi menyiksanya.
"Kenapa kau berbohong. Kau—kau bahkan memeluk seorang pelayan rendahan di depanku lalu memukulku kasar. Kenapa kau berbohong. Aku istrimu," Dravila mengepalkan tangannya sarat akan raut kecewa. Air matanya semakin deras mengenai luka dipipinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wrath Of The Savior (End)
FantasyBagaimana jadinya kalau seorang gadis pemarah tiba-tiba bertransmigrasi ke tempat asing bak negeri dongeng? Itulah yang saat ini dirasakan oleh seorang Sania Nadira, gadis bermanik coklat, berpipi tembem dengan minus akhlak, otak lumayan cerdas, pem...