20-Potongan Ingatan

264 16 0
                                    

Pemilihan istri dan selir para pangeran telah selesai. Setiap bangsawan yang terpilih akan melangsungkan pernikahan di kediaman masing-masing pangeran.

Dravila Agra, wanita itu terpilih menjadi selir utama di kediaman Elgar. Ya, selir utama karena Elgar belum menetapkan siapapun untuk menjadi istri sahnya.

Tentu saja malam ini malam pertama mereka.

Dira? Gadis itu berada di kamar pelayan bersama Alina. Ia tengah mengobati luka cambukan di punggung Dira.

"Berhentilah dengan anak kucing itu. Kau benar-benar pencari masalah. Di tinggal sebentar saja sudah babak belur," ujar Alina setelah selesai membalut luka di punggung Dira.

"Ck, sejak kapan kau menjadi cerewet," ujar Dira sambil mengusap kepala anak kucing yang Ia selamatkan.

"Eh, Siapa yang dipilih pangeran ketujuh untuk menjadi selirnya?," tanya Dira penasaran.

"Nona Dravila Agra," jawab Alina tenang.

"Drakula? Wanita ular yang kejam dan sok berkuasa itu? Alina, bisakah aku pensiun saja menjadi pelayan sekarang?," ujar Dira dengan mulut tak bisa di kontrol miliknya.

"Tidak bisa," bukan Alina yang menjawab. Melainkan Elgar sang kehancuran bagi Dira.

Tepat kalimat itu keluar dari mulut Elgar, kepala Dira mendadak pusing. Ia memegangi kepalanya yang terasa berdenyut nyeri. Kepingan memori berantakan muncul secara tiba-tiba diingatannya.

"Hari ini aku akan membuktikan semuanya di depan para mentri,"

"Tidak bisa, Aurora. Kau tidak diizinkan,"

"Takdirmu terbunuh di tangan saudaramu sendiri,"

"Berhenti melawan takdir,"

"Tidak bisa. Aku tidak percaya takdir,"

"Tak ada yang bisa menghentikannya,"

"Aku bersumpah akan membalas kalian semua. Satu persatu tanpa terlewatkan,"

"Selamat tinggal pangeran,"

Dira mengatur nafasnya yang berkecamuk. Ingatan siapa itu? Aurora? Siapa Aurora? Apakah Ia melihat masa lalu orang lain lagi? Tapi disini tak ada yang bernama Aurora.

Elgar mendekat ke arah Dira lalu memegang keningnya. Terasa sangat panas.

"Lepaskan tanganmu itu," Dira menepis tangan Elgar yang bertengger di keningnya.

"Dengarkan perintahku. Mulai hari ini aku mengangkatmu menjadi pengawal pribadiku. Jadi kau harus melindungiku setiap saat,"

Ia menatap pedang emas yang dipegang Dira.

"Pedang emas itu hanya boleh di buka untuk melindungiku," lanjutnya. Ia melirik Alina memberi isyarat agar keluar dari kamar. Alina yang mengerti menunduk dan keluar dari kamar pelayan.

Sekarang hanya ada mereka berdua di dalam kamar. Dira menatap Elgar dengan sengit. Begitu juga dengan Elgar.

"Kau sangat kurang kerjaan ya sampai harus mengikutiku kemanapun," sindir Dira yang terlampau kesal. Kesal karena setiap hari akan ada masalah jika bersangkutan dengannya.

"Kau sudah menyukaiku?," Elgar justru menanyakan hal yang tidak ada hubungannya dengan topik pembicaraan.

"Tentu saja TIDAK," Dira menekankan Kata tidak.

"Sekarang keluarlah pangeran ke tujuh. Lakukan tugasmu pada nona Dravila. Ganggu saja dia. Sekarangkan malam pertamamu dengannya. Jangan mengganggu waktu berhargaku. Aku tau sekarang aku adalah pengawal pribadimu. Aku akan mengingatnya," ujar Dira sambil menunjuk pintu keluar kamar.

The Wrath Of The Savior (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang