35-kebenaran masa lalu

261 20 0
                                    

Kendrik menuntun para pengantin kaisar yang diselamatkan oleh tuannya keluar dari hutan. Semua itu atas perintah tuannya.

"Kau yakin akan membawa para gadis keluar dari hutan?," tanya Sena khawatir. Dia tak mengkhawatirkan dirinya karena pada dasarnya dia seorang siluman dan tentu saja dia cukup berkemampuan. Namun yang lainnya hanya gadis biasa yang kehilangan seluruh ingatannya.

"Ini perintah tuan. Tenang saja, aku akan memastikan mereka semua aman," balas Kendrik seadanya.

"Kau akan membawa mereka kemana?,"

"Kerumah mereka masing-masing. Aku harap setelah bertemu keluarganya, mereka bisa mendapatkan ingatannya kembali,"

Sena mengangguk.

Kendrik menerima pesan dari telepati milik Elgar.

"Aku di kamar oskos dan belum bisa keluar untuk sementara. Serahkan tugas mengantar para gadis pada Sena dan Bripka. Kau pastikan keselamatan Dira. Nyawanya dalam bahaya"

"Sena, aku serahkan tugas ini padamu dan Bripka," Kendrik mengeluarkan plakat dari kantongnya.

"Gunakan plakat ini saat memasuki ibu kota,"

"Tapi...,"

"Keadaan saat ini mendesak. Sena, ini perintah tuan," bujuk Kendrik.

"Baiklah. Jaga dirimu baik-baik,"

"Kau juga,"

_______________

Arghos menyelam ke dalam manik coklat milik Aurora. Tatapan itu kenapa terasa tak asing. Sekelebat ingatan muncul begitu saja.

"Kau akan melupakanku. Arghos, lupakan semua kenangan tentangku. Takdir kita akan terputus sampai disini,"

"Aku tidak akan pernah melupakanmu. Quin, kau tak boleh melakukan ini padaku. Aku mencintaimu,"

Seberkas sinar keluar dari telapak tangannya. Gadis yang di panggil Quin itu memegang kening pria di hadapannya dan beberapa saat kemudian pria itu tak sadarkan diri.

Setetes air mata lolos dari pelupuk mata milik Quin. Wajah itu, mata coklat dan pipi tembemnya sangat mirip dengan Dira. Tidak, bahkan terlihat seperti kembaran Dira. Sangat mirip hingga siapapun yang melihatnya akan mengira gadis itu adalah Dira.

"Di masa depan, aku harap kau tidak bertemu takdir sepertiku lagi, menjadi orang terpilih adalah takdir paling buruk dan menyakitkan. Aku tak sanggup menanggungnya. Hiduplah dengan baik dan temukan kebahagiaanmu," Quin beringsut ke belakang mendekatkan dirinya di tepi jurang yang terjal.

"Selamat tinggal Arghos," Quin melompat ke jurang yang terjal. Mengakhiri takdir buruknya dan meninggalkan semua tanggung jawab yang harus di embannya. Menjadi orang terpilih sangat menyiksa.

Arghos mencoba meraih tangan milik Quin. Namun semua itu hanya kenangan masa lalu yang dilupakan oleh Arghos. Air mata sudah membanjiri wajah Arghos. Ia menatap Aurora yang berdiri di hadapannya.

"Quin, kau sedang mempermainkanku?," tanya Arghos. Ia mendekatkan dirinya mencoba untuk menangkup wajah Aurora. Namun kalimat yang keluar dari mulutnya membuat Arghos terdiam.

"Aku bukan Quin. Wajah kami memang sama, tapi pemikiranku dengannya berbeda. Aku tak sebaik Quin. Aku gadis yang egois yang tak pernah mempedulikan orang lain," Dira berucap dingin.

"Tidak, Quin. Kau membohongiku,"

Dira menghembuskan nafasnya perlahan. Sebenarnya, Dira cukup terkejut saat melihat wajah Quin yang sama persis dengan dirinya. Tak ada beda sedikitpun.

The Wrath Of The Savior (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang