Dunia yang semula hitam putih bagi Dira sekarang mendadak menjadi hitam semua. Ia tak bisa menentukan ke arah mana Ia akan berlari. Terjebak dan terus berlari mencari tujuan.
Kehadirannya secara misterius di negeri aneh ini saja masih menjadi pertanyaan besar. Kenapa dia ada disini? Apa tujuannya? Apa fungsinya? Ia hanya ingin pulang, menjalani hidupnya seperti biasa. Apakah ini semua ilusi?
Ia merebahkan kepalanya pada jendela kamar yang bernuansa gelap. Ia menatap langit, bulan purnama yang indah. Mengingatkannya pada rumah. Ia ingin pulang, kembali ke tempat asalnya.
"Kau sangat beruntung," ujar seorang dari belakang Dira.
Dira menoleh ke belakang. Pelayan lagi. Benar, Ia hampir lupa kalau Elgar sudah memindahkannya ke kamar pelayan. Pria kehancuran itu benar-benar menyiksanya.
"Beruntung kenapa?," tanya Dira.
"Kau beruntung bisa mendapat perhatian pangeran ke tujuh," ujar pelayan itu sembari tersenyum.
"Ah, aku Alina," ujar pelayan itu memperkenalkan dirinya.
Dira balas tersenyum, wanita itu ramah dan tak memiliki maksud terselubung. Entah mengapa untuk pertama kalinya, Ia merasakan energi positif dalam dirinya.
"Aku Dira," balas Dira.
"Kau kemarilah,"
Alina sedikit mengerutkan keningnya, namun tetap beranjak ke tempat Dira berdiri.
"Ada apa?," tanya Alina penasaran.
"Lihatlah bulan purnama itu," Dira menunjuk bulan yang bulat sempurna itu.
"Sangat indah," ujar Alina sambil menatap kagum bulan yang bersinar terang itu.
"Kau tau apa yang ku pikirkan setiap menatap bulan?," tanya Dira lagi.
Alina menggeleng.
"Rumah. Aku merindukan rumah," ujar Dira.
Alina tersenyum.
"Kau tau apa yang kupikirkan setelah melihat bulan malam ini?," balas Alina bertanya balik.Dira menggeleng sebagai jawaban.
"Aku benci malam. Tapi—aku baru menyadari bahwa ada sesuatu yang indah jika dilihat saat malam hari," ujar Alina sambil terkekeh.
Dira mendengus kesal. Tapi kemudian ikut tertawa.
__________________
Vara memapah Arghos dengan sisa tenaganya. Ia sudah kelelahan. Berjalan kaki beberapa hari dan melarikan diri dari prajurit yang mengejar mereka.
"Kau bisa lebih cepat tuan? Mereka hanya beberapa meter di belakang kita. Jika terus begini kita akan tertangkap," ujar Vara dengan ngos-ngosan. Mereka hanya memakan buah-buahan dari hutan untuk bertahan hidup. Tentu saja tubuh mereka semakin melemah.
"Kau pergilah dari sini, aku akan mengalihkan perhatian mereka," Arghos melepaskan tangan Vara dari pundaknya.
Vara menggeleng kuat. Mereka pergi bersama tentu saja harus kembali bersama.
"Jangan membual. Ayo pergi," Vara kembali ingin memapah Arghos namun ditahan oleh pria itu.
"Pergilah, mereka tak akan menyakitiku. Tapi kau berbeda," ujar Arghos. Ia menekan dadanya yang terasa sakit.
"Tapi...,"
"Pergilah, ini perintah," Arghos berseru tegas.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wrath Of The Savior (End)
FantasyBagaimana jadinya kalau seorang gadis pemarah tiba-tiba bertransmigrasi ke tempat asing bak negeri dongeng? Itulah yang saat ini dirasakan oleh seorang Sania Nadira, gadis bermanik coklat, berpipi tembem dengan minus akhlak, otak lumayan cerdas, pem...