14-Menjadi Pelayan Pribadi

363 21 0
                                    

Arghos kembali putus asa. Entah untuk keberapa kalinya.

"Bolanya...," ujar Vara sambil mengerjap beberapa kali.

"Aku tau. Bolanya sudah redup. Dia tak selamat," ujar Arghos terdengar sangat putus asa.

"Bolanya kembali bersinar. Kau lihatlah, Dira—dia selamat. Dia selamat Tuan," ujar Vara sambil tersenyum haru. Sudut matanya mengeluarkan air mata bahagia.

Arghos menatap bola di tangannya. Benar, bola itu kembali bersinar meskipun masih redup.

"Bagus. Bagus sekali. Dia, dia selamat. Dia selamat Var. Dira selamat," ujar Arghos sambil memeluk Vara erat.

"Dia selamat," ujar Arghos menumpahkan seluruh kebahagiaannya.

"Baiklah, kita harus segera pergi dari sini. Puluhan prajurit sedang mengejar kita sekarang. Ayo!," ujar Vara sambil memapah Arghos meninggalkan lokasi.

_________

Kepala pelayan dari kamar didikan bangsawan terlihat berjalan tergesa sambil menyorot tajam setiap pelayan yang menunduk.

Di belakangnya, terdapat rombongan pelayan yang mengawal seorang wanita yang memakai pakaian pengantin berwarna merah.

Tujuannya sekarang adalah kamar para pelayan pangeran ke tiga. Ia masuk ke dalam kamar itu dengan sebilah kayu mirip rotan di tangannya.

"Hormat pada nyonya," ujar seluruh pelayan di kamar sambil menunduk hormat.

"Dia ada disini?," Tanya bibi Em pada seorang wanita yang memakai baju pengantin. Ia menatap satu persatu orang yang ada di dalam kamar. Setiap inci wajahnya.

"Tidak nyonya," balas wanita itu menunduk hormat.

Bibi Em mengangguk. Ia mulai memeriksa semua ranjang pelayan satu persatu tanpa terlewat. Hingga Ia berhenti di salah satu ranjang.

"Siapa pemilik ranjang ini?," Tanya bibi Em tegas.

Semua pelayan terdiam. Tak ada yang mengeluarkan suara sedikitpun. Raut curiga mulai tampak di wajahnya. Ia ingin menggeledah keseluruhan ranjang namun kegiatannya terhenti.

"Hormat pada nyonya," ujar Erica sambil membungkuk.

"Menjawab nyonya, pemilik ranjang ini berada di ruangan isolasi dan tidak diizinkan keluar," ujar Erica tenang.

"Kenapa?," tanya bibi Em tegas.

"Dia terserang penyakit berbahaya dan menular. Jika dibiarkan berada di kamar ini, ditakutkan penyakitnya juga akan menular pada yang lainnya," ujar Erica sambil kembali membungkuk.

Bibi Em terlihat menimbang ucapan wanita di hadapannya. Tapi kemudian mengangguk.

"Baiklah, lanjutkan tugas kalian," Bibi Em langsung keluar dari ruangan diikuti oleh barisan pelayan yang bersama dengannya tadi.

Erica menarik nafas lega. Ia menatap tajam pelayan lainnya yang berada di kamar.

"Kejadian hari ini jika ada yang membocorkannya keluar, kalian tidak akan kembali hidup-hidup. Temukan Dira secepatnya," ujar Erica berseru tegas. Tak ada yang berani membantahnya. Ia memegang otoritas pelayan untuk pangeran ketiga.

"Baik," ujar pelayan di kamar itu serempak.

"Dan kau—,"tunjuk Erica pada seorang pelayan.

"Jabatanmu turun menjadi pelayan tingkat rendah," ujar Erica penuh penekanan.

The Wrath Of The Savior (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang