Arghos muncul di salah satu rumah sederhana yang lumayan jauh dari istana. Ia menghela nafas lega. Terlambat satu detik saja maka Dira akan kehilangan nyawanya.
Ia menatap gadis yang tengah memakai penutup kepala berwarna merah itu.
"Kau tidak perlu takut lagi. Aku sudah mempertaruhkan hidupku untuk menyelamatkanmu. Jadi jangan kabur lagi" ujar Arghos. Ia memegangi dadanya yang terasa nyeri. Pukulan keras oleh Kaisar membuat tenaganya terkuras.
Vara merasa hatinya menghangat. Tatapan teduh itu, Ia belum pernah melihat seseorang yang hanya dengan tatapannya saja sudah memberikan ketenangan. Dia mempertaruhkan nyawa hanya untuk menyelamatkannya? Belum pernah ada seorangpun yang melakukan itu untuknya.
"Terima kasih" ujar Vara dengan suaranya yang mengulum merdu. Wajahnya juga tak kalah teduh menatap pria di depannya.
Arghos mengerutkan keningnya. Ia merasa ada yang aneh. Sejak kapan gadis keras kepala itu berubah menjadi tenang. Mengucapkan terima kasih pula.
Vara membuka penutup kepalanya kemudian menatap Arghos dengan wajah yang sama teduhnya. Anggun dan berwibawa. Ia mengulum senyum.
Arghos langsung terlonjak kaget.
"Siapa kau?" Pekik Arghos. Siapa yang dia bawa? Bukankah tadi Ia memegang Dira? Berarti Dira masih disana?"Dira-dia masih disana" ujar Arghos panik. Ia ingin kembali berteleportasi namun tenaganya sudah terkuras habis saat menggunakan kekuatannya untuk berteleportasi ke tempat rahasianya. Ia memegangi dadanya yang terasa sakit. Pukulan Kaisar melumpuh saraf-sarafnya hingga kekuatannya berkurang secara perlahan.
Sakit, itu yang saat ini Vara rasakan. Ia pikir pria di hadapannya memang berniat untuk menyelamatkannya. Tapi ternyata Ia hanya ingin menyelamatkan Dira. Benar juga, apa haknya untuk marah? Apa haknya untuk sakit hati? Siapa yang peduli pada pencuri kecil sepertinya. Sesaat Ia terlarut dalam pikirannya.
Ia menggelengkan kepalanya menghalau semua pikiran bodohnya. Saat ini pria dihadapannya sedang terluka. Yang harus Ia lakukan saat ini adalah membantunya.
"Kau istirahatlah terlebih dahulu" ujar Vara sambil menuntun Arghos ke atas ranjang.
"Tapi Dira..." ujar Arghos.
"Dia gadis yang pintar. Jangan mengkhawatirkannya. Khawatirkan dirimu sendiri dulu sekarang. Kau bahkan sudah sekarat Tuan Arghos" ujar Vara setelah berhasil menuntun pria itu ke atas ranjangnya. Kemudian menyelimutinya. Ya, siapa yang tidak mengenal putra mahkota kerajaan Saxpire. Namun ini pertama kalinya Ia bertemu langsung dengan orang yang selalu membawa kebaikan bagi warga.
___________
Sreekk....
Suara sayatan pedang terdengar nyaring. Memecah kesunyian yang sempat terjadi.Dira memejamkan matanya sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. Tentu saja Ia takut. Sayatan pedang benar-benar menyakitkan. Jika dia tidak mau memberikan kamar ini cukup di usir saja. Tidak perlu memakai pedang segala.
"Minggir" teriak Elgar memberi instruksi pada Dira.
Dira melepas kedua tangannya dari wajah kemudian menatap Elgar yang berubah sangar. Ia mundur satu langkah ke belakang menjauhi Elgar. Namun Elgar justru menarik tangan Dira agar berdiri di belakangnya.
"Tetap dibelakangku" perintah Elgar dingin.
Dira langsung bungkam dan wajahnya berubah pucat pasi. Kakinya gemetar dan susah untuk berdiri. Ia meraih baju Elgar dan berpegangan padanya. Dari pada menyaksikan ini lebih baik Ia di sayat pedang. Atau di kurung di ruangan penyucian yang di penuhi roh-roh atau apalah namanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wrath Of The Savior (End)
FantasyBagaimana jadinya kalau seorang gadis pemarah tiba-tiba bertransmigrasi ke tempat asing bak negeri dongeng? Itulah yang saat ini dirasakan oleh seorang Sania Nadira, gadis bermanik coklat, berpipi tembem dengan minus akhlak, otak lumayan cerdas, pem...