25-kerajaan Amania

238 17 0
                                    

Jalan setapak yang dipenuhi bunga di samping kiri dan kanannya. Jalan yang jarang di lalui oleh orang-orang. Jalan tempat pertama kali Dira muncul dan terjebak di negeri aneh ini.

Dira berdiri di tengah jalan itu. Ia tertegun sesaat. Setelah selama ini, dia masih belum mengerti kenapa jiwanya bisa memasuki negeri ini.

"Katakan dimana jalan menuju kerajaan Amania?"

"Kerajaan Amania memiliki segel pembatas dan itu berada di tempat pertama kali kau muncul"

"Pertanyaan terakhir, siapa namamu? Aku benar-benar bingung setiap kali berinteraksi denganmu"

"Aganta Briland"

Dira menghembuskan nafasnya kasar. Dia baru mengetahui pria di toko buku itu bernama Aganta. Sebenarnya siapa Aganta ini? Apa perannya sehingga mampu menukar dua jiwa. Sudahlah, tak perlu memikirkan banyak hal. Yang penting dia bisa kembali secepatnya ke dunia nyata.

Ia mengambil plakat emas di sakunya. Dengan ragu Ia mengarahkan plakat itu ke udara. Beberapa detik kemudian, cahaya putih berpendar. Gerbang berwarna emas muncul secara ajaib di depan Dira. Gerbang itu terbuka lebar menampakkan keindahan kerajaan Amania. Air terjun di sisi kanan dan kiri kerajaan. Sungai jernih yang menyejukkan. Rumah penduduk yang asri dan di penuhi buah-buahan melimpah.

Ia menapakkan kakinya melewati gerbang itu. Perlahan gerbang itu menghilang kemudian menampilkan jalan setapak dengan bunga bermekaran dan buah-buahan yang ranum. Tak seperti kerajaan Saxpire yang di kelilingi panas terik dan gurun pasir.

"Tuan putri," pekik seorang wanita dengan pakaian pink lembut kontras dengan hiasan di kepalanya. Sederhana dan menawan. Wanita itu berlari mendekati Dira kemudian memeluk erat Dira yang masih kebingungan.

"Siapa kau?," tanya Dira tak membalas pelukan.

Wanita itu tak melepaskan pelukannya.
"Hamba Haciya, pelayan pribadi tuan putri. Tuan putri tidak mungkin melupakan hamba bukan. Hamba mencari tuan putri keseluruh penjuru istana. Yang mulia juga mengerahkan pasukan khusus untuk mencari tuan putri ke berbagai kerajaan," ujarnya sedikit terisak kecil.

Dira melepas paksa pelukan wanita itu. Dia sangat benci bersentuhan dengan siapapun.

Kepalanya terasa berputar. Potongan ingatan muncul di benaknya.

"Tuan putri, hamba membawakan bunga mawar ungu dari hutan liar"

"Tuan putri, hamba membawakan anggur yang baru saja dipetik"

"Tuan putri, pangeran menunggu di bawah pohon apel"

"Tuan putri, hukum hamba karena lalai menjaga permata"

"Tuan putri jangan pergi"

"Tuan putri hamba berjanji akan menjaga rahasia ini"

Ternyata dia pelayan pribadi Aurora. Sangat setia dan patuh.

"Tuan putri," ujar Haciya dengan raut cemas. Apakah majikannya ini melupakan dirinya?

"Aish bisakah kau berhenti memanggilku tuan putri. Panggil saja Rora atau ra. Cih aku bukan tuan putrimu," ujar Dira. Bagaimana ya, dia bukan Aurora. Tentu saja merasa aneh di perlakukan seperti orang terhormat.

"Tapi tuan putri..."

"Ct," Dira menampakkan wajah Dingin dan tak ingin di bantah.

"B-baik R-rora," Haciya tergugup. Merasa asing dengan tuan putrinya. Tuan putri Aurora tidak pernah begitu emosional dan selalu menampilkan wajah lembut dan tenang.

"Ook Ciya, kau antarkan aku menuju kerajaan," ujar Dira.

"Baik, ayo tuan putri," Haciya mempersilahkan Dira untuk berjalan lebih dulu.

The Wrath Of The Savior (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang