Vierra melemaskan bahunya setelah duduk di sofa ruang keluarga di rumah Bunda. Ya, Vierra memutuskan untuk menginap di sini karena dirinya gelisah bila berada di rumahnya sana. Kalau disini, kan ada bunda dan ayah.
"Vierra, kamu santai aja di kamar sana, bibi Ani bakal anterin kamu ke sana, bunda lihat kamu lemas banget hari ini." Vierra terkejut mendengar suara bunda yang tiba-tiba sudah berada di belakangnya.
"Eh, aku gak papa, kok. Bunda mau kemana kok pakai pakaian gitu bukan bermaksud ya, bunda," tanya Vierra dengan cengengesan karena dia melihat pakaian bunda Vincent itu lusuh seperti akan pergi berkebun saja.
Bunda menggaruk tekuknya. "Bunda mau ke kebun belakang rumah, kalau makai pakaian bagus nanti malah kotor, kamu mau ikut gak? Ya siapa ta-"
"Mau banget bunda, tapi baju Vierra gak ada yang kayak gitu," cicitnya kecil, mungkin berkebun bisa menghilangkan gelisah yang ada di dalam hatinya.
Bunda menarik tangannya. "Sini, bunda banyak pakaian gembel di kamar."
Vierra tertawa mendengarnya.
***
"Sayang, buka pintu ya!""Kamu udah beberapa hari ini gak keluar kamar, sayang buka ya pintunya!"
"Bilang sama Mama kalau kamu kenapa? Jangan mengurung diri kayak gini, sayang!"
Papa mengelus bahu Mama dengan pelan. "Kita tunggu sampai nanti sore, kalau Amora gak buka pintunya, kita buka paksa aja, Papa juga takut dia kenapa-napa."
Mama memeluk Papa dengan erat. Air matanya luruh saat mendengar isak tangis dari kamar Amora itu. "Amora gak bilang apa-apa, Mama takut. Amora itu udah kayak anak buat mama, mama gak tega. Pa, kita buka pintunya sekarang aja, Pa. Mama takut."
Papa menghela nafas. "Sarapan pagi tadi udah di kasih ke Amora, kan Ma?"
"Udah, dia cuma ngizinin bibi aja buat masuk ke kamarnya, mama takut."
"Kamu udah tanya bibi gimana kondisi Amora?"
"Setiap Bibi masuk ke kamar Amora, Amora pasti ada di kamar mandi, Pa."
Papa menghela nafas pelan. "Udah saatnya kita buka pintu ini, Papa juga takut anak papa kenapa-napa."
Ceklek
"Amora?" Papa dan Mama berpencar untuk mencari Amora yang tidak berada di tempat tidurnya.
"Kamu dimana sayang?!"
Mama berjalan menuju kamar mandi dan membuka pintunya, alangkah terkejutnya mama saat melihat Amora tak berdaya terduduk di lantai.
"AMORA!"
"Mama, Amora capek," lirih Amora seraya memeluk mama, ia memeluk wanita paruh baya itu dengan erat dan menangis di bahunya.
"Papa! Sini bantu Amora, Papa!" Teriak Mama dengan air mata yang juga mengalir di pipinya.
Papa mendekat kemudian langsung menggendong Amora menuju ranjangnya. "Kenapa bisa kayak gini sih nak?"
Setelah Amora duduk di kasurnya, gadis itu malah menangis dengan tangan mengelus perutnya. "Mama, Papa Amora capek, capek hiks banget."
Mama langsung saja memeluk Amora, ia juga seperti merasakan apa yang Amora rasakan. "Tenang sayang, cerita sama mama, bilang sama mama apa yang Mora rasa, sayang jujur sama Mama kamu kenapa?"
"Janji ya mama sama papa gak boleh marah?"
Papa mendekat kemudian mengelus kepala Amora. "Papa sama mama janji, Mora bilang aja apa yang Mora rasa saat ini, jujur sama papa dan mama."
KAMU SEDANG MEMBACA
VIERRA'S SECOND LIFE
Fantasy(ENDING) "APA YANG KAMU UCAPKAN, VINCENT!?" Dadaku terasa sangat sesak, bagai terhimpit benda berat tak kasat mata. Dia, orang yang berada di depan ku, suamiku sendiri, menyatakan bahwa dia telah menghamili gadis yang kini menangis di balik punggun...