Senyuman yang Vincent berikan sejak 5 menit yang lalu memang yang paling mematikan. Vierra tidak pernah merasakan seintimidasi ini sedari dulu bahkan hanya dengan sebuah senyuman.
Di rumah hanya ada mereka berdua ya karena mereka sedang berada kamar.
"Kenapa lagi pakai pakaian kurang bahan begitu ke supermarket? Di sentuh sentuh brondong lagi. Gak malu sama umur?" jantung Vierra langsung berdetak kencang saat mendengar suara berat yang keluar dengan lancang dari mulut Vincent.
Dia mana tahu kalau pria gila itu brondong.
"Gak mau jelasin, hm?" Vincent mendekat kemudian mendorong tubuh Vierra agar duduk di ranjang besar mereka. Tentu setelah Vierra menggantikan pakaiannya dengan sebuah dress musim panas kesukaannya.
Oke, sekarang Vierra harus menarik nafasnya dalam dalam dan menghembuskannya pelan lewat mulut. "Tadi aku ke butik, di sana aku sempat bertengkar dengan calon istri pria yang mengobati ku di supermarket tadi. Lihat ini? Aku di tampar." Vierra berusaha mengalihkan pembicaraan ini lalu mulai kembali melanjutkan ucapannya.
"Di tampar oleh calon istrinya juga wanita gila itu merobek kemejaku jadilah aku seperti tadi. Seperti ucapan pria itu, aku bertelanjang dada."
"Stop! Oke aku ngerti." Vincent lantas dengan cepat mendekat. Ia menyentuh pipi Vierra dengan sangat hati-hati dan lembut sekali.
"Masih sakit?" tanya Vincent, jarak keduanya yang sangat dekat, membuat Vierra menahan nafas dan tegang. "Vie, mau aku obatin?" tawar Vincent sekali lagi.
Vierra mengangguk lugu seperti orang bodoh.
"Sebentar." Vincent berdiri dari tempatnya duduk dan langsung mencari kotak P3K di lemari.
Vierra menghelakan nafasnya sebentar. "Gila, red flag banget." batinnya.
Vincent berbalik dengan sebuah kotak P3K di tangannya. Ia mendekat kepada Vierra yang sedikit tersenyum padanya. Ya karena Vierra sangat gugup di tatap demikian.
Brukkk
"Ya, kotak P3K-nya jatuh, Vierra." entah sengaja atau tidak, kotak P3K itu terjatuh tepat di depan kaki Vierra dan semua isinya berhamburan.
"Emm, gapapa kok. Sudah gak sakit lagi." padahal dalam hati Vierra berusaha menahan rasa gemuruh dadanya saat melihat diam-diam Vincent menyeringai padanya. Ini cowo kenapa lagi dah?
"Oh iya aku lupa 'kan udah di obatin sama brondong itu." Vincent kembali duduk di samping Vierra. Ia tersenyum kepadanya dan merapikan beberapa helai rambut Vierra ke belakang telinga.
"Kenapa harus bahas itu lagi? Aku sama sekali gak kenal pria itu, dia hanya-"
Cupp
"Muachhh!" Vincent memberikan ciuman lembut di sertai gerakan bibirnya bermain dari pipi sampai ke sudut bibir Vierra yang terluka.
"Tapi sayangnya, dia gak obatin kamu pakai ciuman gini. Pasti gak ampuh, kan?"
Vierra menggigit bibir bawahnya salah tingkah. Vierra yakin pasti sekarang pipinya sedang memerah alami. "Vin-vincent?"
Vincent terkekeh kecil, tangan kekarnya terulur menyentuh leher belakang sang istri. "Kenapa? Gak salahkan? Kita ini suami istri." bisik Vincent sensual.
"Vincent, aku mau keluar-"
"Keluar di dalam aja, sayang." potong Vincent dengan seringai lebar di wajahnya.
Vierra mendorong bahu Vincent agar menjauhinya. Jujur saja, itu tidak aman untuk kesehatan jantung Vierra. "Mi-minggir, ma-mama pasti udah pu-pulang." Vierra merutuki dirinya yang salah bicara dan gugup.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIERRA'S SECOND LIFE
Fantasy(ENDING) "APA YANG KAMU UCAPKAN, VINCENT!?" Dadaku terasa sangat sesak, bagai terhimpit benda berat tak kasat mata. Dia, orang yang berada di depan ku, suamiku sendiri, menyatakan bahwa dia telah menghamili gadis yang kini menangis di balik punggun...