Waktu berlalu dengan cepat. Semua orang tahu sekarang jika Amora menghilang dari muka bumi tapi mereka tidak tau dengan alasan apa sebab tidak ada kepastian tentang hilangnya bisa karena di culik, meninggal bunuh diri atau apa, masih tidak ada yang tau.
Sudah terhitung dua minggu dan selama itu pula Papa benar-benar seperti orang frustasi karena kehilangan sosok anak perempuannya. Bahkan hari ini proses pencarian Amora sudah di hentikan dan itu membuat papa mengamuk.
Selama dua minggu ini tidak banyak hal yang berubah tapi intinya hidup Vierra menjadi damai tanpa ada bayang-bayang masa lalu lagi. Hanya saja dia selalu tidak ada waktu untuk menanyakan pada Vincent, apa maksud dari kertas yang ia temukan di lemari pakaiannya.
Vierra ingin tahu sekali kebenarannya. Tapi Vincent selalu sibuk dengan bisnisnya yang beberapa waktu ini berkembang pesat.
"Nyonya Vierra." lamunan Vierra buyar saat dirinya dipanggil oleh seorang pelayan.
"Ya?" tanya Vierra, mengalihkan pandangannya dari televisi kearah sang maid.
"Itu di depan ada teman-teman nya nona Amora dulu." jawab pelayan itu dengan nada lirih.
"Buat apa mereka ke sini? Apa mereka masih di luar gerbang?" kesal Vierra, beranjak dari tempatnya duduk.
"I-iya. Mereka masih menunggu nyonya untuk keluar." pelayan tersebut memberikan Vierra jalan dan mengikutinya dari belakang.
Vierra menyunggingkan senyum miring lalu dengan gerakan tangannya menyuruh beberapa bodyguard membukakan gerbang. "Lama banget aku tidak melihat ketiga teman Amora yang ini."
Lily, Salma dan Melin.
"Bawa mereka masuk ke ruang tamu, aku menunggu di sana." Vierra berjalan lebih dahulu meninggalkan beberapa orang di depan gerbang.
Setelah menunggu beberapa menit entah karena apa, akhirnya ketiga teman Amora itu datang dan langsung mendudukkan diri di sofa depan Vierra.
"Tumben, ngapain ke sini?" Vierra tersenyum kecil sambil bersedekap dada.
Lily hendak berdiri namun di tahan oleh Salma. Mereka bertiga melirik sudut rumah yang sudah banyak penjaga. Kalau melakukan hal gegabah mereka bisa saja mati konyol di rumah besar ini.
"Tahan emosi lo, kita bicara kesini buat baik-baik."
Vierra masih tersenyum mendengar interaksi ketiga. "Aku tidak memiliki bany-"
"Dimana lo sembunyiin teman kita, hah?!" seru Lily, ia duduk namun tangannya menunjuk tak sopan pada Vierra.
Vierra menunjuk dirinya sendiri dengan raut bingung. "Aku tidak tahu apa-apa. Dia yang menghilang kenapa malah menuduh ku begini?"
"Karena kita tau cuma lo yang benci sama Amora! Hilangnya Amora itu pasti ada sangkut pautnya sama lo, anjing!" tegas Melin, ia cukup terpancing emosi mendengar jawaban Vierra.
"Kita juga udah nanya sama papa Amora dan dia bilang terakhir kali Amora itu sama kalian, right?" ujar Salma, gadis ini pandai mengendalikan emosinya. "Setelah itu Om Devin gak bilang apa-apa. Tapi melihat sikap kakak yang kayak gini, kami jadi yakin kalau kak Vierra menyembunyikan sesuatu tentang hilangnya Amora. Kakak gak tau aja kalau papanya Amora frustasi banget saat ini, om Devin satu minggu kemarin jatuh sakit." lanjut Salma, ia memandang sedikit intimidasi kepada Vierra.
Vierra berusaha menahan dirinya untuk tidak mengeluarkan emosi berlebihan yang sedang bergejolak. Papanya sakit? Dan kenapa tidak ada yang menghubunginya apakah dia bukan anak mereka?
"Kalian menuduh ku begini tanpa bukti ingin aku laporkan ke pihak berwajib, huh? Ini termasuk pencemaran nama baik, aku tidak suka!" tegas Vierra.
"Gimana bisa dapat bukti kalau kalian aja punya kekuasaan kayak gini! Kalian bisa lakuin segalanya tanpa bekas! Dan gue yakin kalau penyebab Amora menghilang itu lo! Amora teman kita, sialan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
VIERRA'S SECOND LIFE
Fantasy(ENDING) "APA YANG KAMU UCAPKAN, VINCENT!?" Dadaku terasa sangat sesak, bagai terhimpit benda berat tak kasat mata. Dia, orang yang berada di depan ku, suamiku sendiri, menyatakan bahwa dia telah menghamili gadis yang kini menangis di balik punggun...