Vierra meletakkan garpunya di atas piring setelah menyelesaikan makan malamnya bersama dua mertuanya. Dan ini kedua kalinya untuk Vierra. Canggung sekali dia dengan Ayah mertua.
"Kapan kalian berdua berencana untuk punya anak? Kami ini sudah tua, pengen juga kayak orang-orang di luar sana yang gendong cucu."
Ungkapan dari ayah Vincent itu membuat Vierra terbatuk pelan karena terkejut sedangkan Vincent hanya menatap datar ayahnya.
"Eh itu Vierra belum siap, yah. Vierra-"
"Ayah, kami masih berusaha juga. Sabar kali ah," kesal Vincent karena di tanyakan begitu. Kondisinya ini lagi kurang kondusif lah, belum lagi masalah Amora yang menuduhnya waktu itu lah dan ini lagi, menyuruh Vierra hamil, aneh-aneh saja.
Vierra menatap Vincent sekilas kemudian tersenyum kecil melihat ayah yang juga ikutan kesal.
"Sabar sabar! Kamu pikir ayah ini panjang sabar?! Ayah pengen main bola sama anak kamu!"
"Yakali Yah, baru lahir langsung di ajak main bola!"
"Udah udah! Kok kalian mulu sih yang ribut-ribut gak malu apa?!" tegur Bunda dengan wajah galaknya yang membuat Vincent dan ayah jadi ciut.
"Ya maaf bunda, ayah tuh yang mulai duluan segala bilang pengen punya cucu lah!" Adu Vincent.
"Ya emang pengen punya cucu! Emangnya kamu juga gak mau punya anak?!"
"Ya mau lah! Vierra nya aja yang belum siap!"
Vierra yang mendengar itu langsung melotot dan menginjak kaki Vincent di bawah sana. "Kok aku sih di bawa-bawa!"
"Diem deh!"
Brak
Bunda memukul meja makan dengan keras membuat semua orang di sana terkejut sampai terdiam kaku.
"Nah! Kan enak kalau semuanya diam!" Bunda bersedekap dada dengan bangga. Lalu ia menatap Vierra dan tersenyum.
"Malam ini Vierra tidur sama Bunda! Perempuan sama perempuan, pria sama pria! Oke? Ya oke!"
"Bunda! Gak bisa gitu!" sentak Vincent dan Ayah berbarengan. Padahal niat hati Vincent ingin memeluk Vierra saat tidur nanti. Ih, ia menjadi semakin kesal saja.
"Gak bisa gitu gimana?! Jarang jarang loh ada moment kayak gini!" Bunda langsung saja menarik tangan Vierra dan memeluk lengannya.
"Eh, iya benar kata Bunda!" ujar Vierra dengan senyum manis pada kedua pria berbeda generasi tersebut.
"Pak, Bu! Tuan, nyonya! Maaf menganggu waktunya, tapi di depan ada pak Devin yang marah-marah mencari Tuan Vincent." ujar salah satu bodyguard itu dengan menundukkan badannya. Ia sedikit melirik ekspresi Vincent yang mengeras itu. Uh menyeramkan.
"Papa?" Vierra mendekat kearah Vincent lalu mengelus bahunya dengan pelan. Ekspresi pria itu sudah tau jika dia sangat marah.
"Tumben, suruh aja-"
"Jangan, Ayah! Please, jangan suruh ayah masuk!" tegas Vierra.
"Kenapa? Itu, kan ayah kamu sendiri lho!" Bunda langsung mendekat kemudian menjelaskan kejadian kemarin dengan singkat.
"Astaga, kenapa kalian sampai gak bilang apa-apa ke Ayah soal ini?!" tegas Ayah dengan wajah marah.
"Maaf,"
"Biar aku aja yang hadapi semua masalah ini sampai clear, jangan salahin aku kalau udah lewatin batas kemanusian." ujar Vincent dengan nada dingin lalu berjalan cepat meninggalkan Vierra yang terkejut mendengar kata-katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIERRA'S SECOND LIFE
Fantasy(ENDING) "APA YANG KAMU UCAPKAN, VINCENT!?" Dadaku terasa sangat sesak, bagai terhimpit benda berat tak kasat mata. Dia, orang yang berada di depan ku, suamiku sendiri, menyatakan bahwa dia telah menghamili gadis yang kini menangis di balik punggun...