Siang itu, tampak Tama baru saja turun dari mobilnya. Papah membantu Tama menaiki kursi rodanya setelah turun dari mobil. Papah lalu mendorong kursi roda yang dinaiki Tama menuju ke teras rumah. Papah mengeluarkan kunci cadangan untuk membuka pintu teras rumah, karena kunci aslinya pasti dibawa Saka ke sekolah. Saka tentu tidak tahu bahwa kakaknya akan benar-benar pulang siang itu.
Setelah papah membuka pintu, papah mendorong kembali kursi roda yang dinaiki Tama ke dalam ruang tamu. Tama lega, akhirnya ia bisa kembali pulang ke rumah setelah beberapa hari harus rawat inap di rumah sakit. Ia senang karena akhirnya dokter dan papahnya telah memberikannya izin untuk pulang ke rumah, meski sebenarnya ia masih belum diperbolehkan pulang karena tubuhnya masih belum benar-benar dinyatakan baik.
"Kakak tunggu sini dulu, ya? Papah mau ambil barang yang masih tertinggal di dalam mobil. Jangan ke atas sendirian, kak! Tunggu papah, ya?! Ini hanya sebentar. Mengerti, kak?!" ucap papah.
"Mengerti, pah," jawab Tama.
"Ya sudah, papah ambil barang dulu, ya! Kakak tunggu sini!" ucap papah.
"Iya, pah," ucap Tama.
Papah pun kembali keluar rumah untuk mengambil barang yang masih tertinggal di dalam mobil. Tama duduk tenang di atas kursi rodanya sembari menunggu papah kembali. Setelah papah kembali, papah meletakkan barang-barang itu di atas sofa ruang tamu. Papah menutup kembali pintu rumah dan mendorong kursi roda yang di naiki Tama ke arah tangga.
"Kakak mau ke atas sekarang?" ucap papah.
Tama menganggukkan kepalanya menjawab ucapan papahnya.
"Kalau gitu papah gendong aja ya ke atas?" ucap papah setelah berhenti mendorong kursi roda dan kini telah berada di depan tangga.
"Ngga usah, pah.. kakak bisa jalan sendiri, kok. Lagian pasti papah capek ngurusin kakak dari kemaren selama di rumah sakit. Papah juga pasti kurang tidur. Nanti papah sakit. Papah mendingan mandi terus istirahat. Kakak udah ngga pa-pa, pah," ucap Tama.
"Ngga pa-pa, kak. Papah ngga capek, kok. Nanti kalau papah sudah antar kakak ke kamar, baru papah turun buat mandi. Kakak kan masih lemes. Papah ngga mau kakak jatuh di tangga kayak waktu itu," ucap papah.
"Biar kakak jalan sendiri aja ke atas pelan-pelan. Kakak bisa, pah," ucap Tama.
"Sudah kak, menurut saja sama papah, ya? Ngga pa-pa, kok. Yuk, naik!" ucap papah yang kini sudah berjongkok di depan Tama yang masih duduk di kursi rodanya.
"Sinih, sayang.. naik pelan-pelan. Papah masih kuat gendong kakak, loh. Kakak jangan remehin papah, kak," ucap papah.
Tama lalu akhirnya menaiki punggung papahnya dengan hati-hati. Setelah itu, papah berjalan menaiki tangga sambil menggendong Tama di punggungnya.
"Kakak sekarang kok makin ringan? Bukan hanya sekali ini papah gendong kakak, kan? Papah bisa ngerasain perubahannya. Pantas saja kalau diperhatikan kakak kelihatan makin kurus sekarang. Kakak harus banyak makan mulai hari ini ya, kak. Kakak harus sehat. Papah janji, papah pasti akan ada buat kakak sampai kakak sembuh. Papah janji akan buat kakak sembuh, kak..," ucap papah dalam hati sambil berjalan menggendong Tama di punggungnya.
Tama teringat masa kecilnya yang dulu suka sekali minta digendong papahnya tiap kali papahnya pulang dari kantor. Ia tidak peduli meski papahnya lelah dengan pekerjaannya di kantor. Ia tetap akan minta gendong pada papahnya.
Flashback on :
Malam itu, Tama kecil tengah belajar membaca buku cerita ditemani sang mamah di atas sofa ruang tamu. Meski ia masih duduk di bangku TK, tapi ia sudah lancar sekali saat membaca. Tama memang pintar. Ia cepat tanggap dalam soal pelajaran. Tapi, sayang sekali kepintarannya itu tidak bertahan lama. Saat ia besar, semuanya benar-benar hilang. Tama yang dikenal pintar, kini berubah menjadi Tama yang bodoh. Bukan karena dirinya yang malas belajar, tapi keadaan yang membuat semuanya berubah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kakak Sempurna Untuk Saka || JENO × JISUNG√
Ficção AdolescenteDILARANG PLAGIAT!!! ❌ (𝐒𝐮𝐝𝐚𝐡 𝐓𝐀𝐌𝐀𝐓!) "Saka, dunia ini tempat dan waktunya cuma sebentar..," "Maafin kakak ya, Sa.. kakak harus pulang..," "Maaf, Sa.. kakak belum bisa jadi kakak yang sempurna untuk Saka," ~Tama.