23🍁

1K 87 13
                                    

Tama duduk bersandar di atas ranjang rawatnya dengan kaki yang diluruskan di dalam selimutnya. Ia duduk sambil memperhatikan ke arah seorang wanita paruh baya yang masih terlihat sangat cantik dan memiliki wajah yang sangat mirip dengan wajah mendiang mamahnya. Wanita itu kini duduk di kursi yang berada di samping ranjang rawatnya dan tampak memperhatikannya juga dengan wajah yang terlihat sangat ramah. Wanita itu adalah Tsifani.

Sementara Agni berdiri di samping kursi yang diduduki Tsifani sambil memperhatikan Tama yang menatap Tsifani dengan tatapan yang begitu dalam. Sepertinya Tama teringat mamahnya yang sudah meninggal karena memang wajahnya sangat mirip dengan Tsifani.

"Tama inget tante, kan? Tante ini mamahnya kak Bian," ucap Tsifani.

Tama tidak menjawab ucapan Tsifani. Ia masih sibuk memandangi wajah wanita yang berada begitu dekat dengannya. Ia benar-benar tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini. Wanita yang duduk di samping brankarnya benar-benar sangat mirip dengan wajah mamahnya yang telah meninggal. Ia seperti melihat mamahnya hidup kembali.

"Kak? Itu kakak lagi ditanya, loh. Kok diem aja?" ucap Agni pada Tama.

Bukannya menjawab ucapan Agni, Tama malah tampak semakin dalam memandang Tsifani, bahkan matanya sampai terlihat berkaca-kaca seperti ingin menangis.

"Kakak?" panggil Agni.

"Kamu kenapa, Tama? Apa tante buat salah sama kamu? Kok kamu keliatan  kayak mau nangis gitu? Kenapa, sayang?" ucap Tsifani khawatir. Ia lalu menyentuh pipi Tama dan mengelusnya lembut. Saat itu juga, air mata yang sudah sedari Tama tahan akhirnya keluar.

"Kak? Kakak kenapa?! Kok nangis?!" ucap Agni sambil mengelus bahu Tama lembut.

Tsifani lalu menurunkan tangannya dari pipi Tama dan tampak membalas tatapan Tama yang terus saja menatapnya dengan mata yang penuh air mata. Sepertinya, ada banyak kerinduan dan kesedihan di balik air matanya yang keluar itu. Ia mengerti, sepertinya wajahnya memang telah mengingatkan Tama pada sosok mamahnya yang telah tiada.

"Tama..," panggil Tsifani.

"Tante.. boleh ngga kalo aku peluk tante sebentar? Tante mirip banget sama mamah. Aku kangen banget sama mamah, tante. Mamahku udah meninggal, tante..," ucap Tama sambil terus meneteskan air matanya.

Mendengar itu, Tsifani pun langsung menganggukkan kepalanya cepat. Ia langsung berdiri dari duduknya sambil merentangkan kedua tangannya mempersilahkan Tama untuk memeluknya.

"Boleh, kok. Peluk mamah, sayang.. ini mamahnya Tama juga," ucap Tsifani dengan mata berkaca-kaca.

"Papah.. boleh kan kalo kakak peluk tante Tsifani sebentar? Mamah ngga marah kan kalo liat aku peluk tante Tsifani?" ucap Tama pada Agni.

"Boleh, kak. Papah yakin, mamah pasti ngga akan marah liat ini," ucap Agni.

Setelah itu, Tama pun segera memeluk Tsifani dan tangisannya pun langsung pecah saat ia memeluk Tsifani. Sepertinya ia memang benar-benar merindukan pelukan itu. Pelukan hangat dari mamahnya yang sudah sangat lama tidak ia rasakan, kini kembali bisa ia rasakan. Ia benar-benar ingin menumpahkan segala rasa rindunya pada mamahnya lewat pelukan itu. Mendengar Tama yang menangis sambil memeluknya erat, membuat Tsifani pun tak kuasa menahan tangis. Ia juga ikut menangis sambil mendekap erat Tama dalam pelukannya. Entah mengapa, saat Tama menangis sambil memeluknya, ia pun merasakan ada getaran hatinya yang begitu terasa menyesakkan dan seperti sudah lama ia tahan lama. Ia seperti seorang ibu yang baru saja bertemu dengan putranya selama bertahun-tahun lamanya telah berpisah. Sesekali ia juga tampak mencium rambut kepala Tama sambil mengusapnya lembut.

Melihat Tsifani dan Tama yang menangis sambil berpelukan di hadapannya, membuat Agni juga tak bisa menahan diri untuk tidak menangis. Ia terharu melihat pemandangan di depannya itu. Ia teringat istrinya kembali. Seandainya yang memeluk putranya saat ini adalah Tsafina, ia pasti akan sangat senang karena melihat istrinya telah kembali. Tapi, sayangnya itu adalah khayalan yang tidak akan pernah bisa jadi nyata karena kenyataannya, istrinya itu telah meninggalkannya bersama kedua putranya untuk selamanya.

Kakak Sempurna Untuk Saka || JENO × JISUNG√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang