Pagi itu, Bian sedang berjalan menyusuri lorong sekolah dengan santai. Ia berjalan sambil memutar-mutar gantungan kunci motornya yang berbentuk kucing.
Hari itu, ia begitu semangat berangkat ke sekolah karena ia akan bertemu dengan adik kesayangannya lagi di sekolah. Begitu ia sampai di kelasnya, ia melihat Tama tengah duduk sambil menelungkupkan wajahnya di atas mejanya. Melihat itu, ia buru-buru berjalan memasuki kelas menduduki kursinya yang berada di sebelah Tama dan melepas tasnya dari punggungnya.
"Adek kenapa, dek?" ucap Bian sambil memegang bahu Tama.
Tama tidak menjawab ucapan Bian. Ia masih menenggelamkan wajahnya di atas meja.
"Adek pusing?" ucap Bian.
Tama tetap diam tak menghiraukan ucapan Bian.
"Adek kenapa? Adek sakit, hm? Kalo sakit harusnya ngga usah masuk sekolah dulu, dek. Ke UKS, yuk? Kak Bian anterin, ya?" ucap Bian mulai khawatir melihat Tama yang terus saja diam dan tak mau mengangkat kepalanya.
"Adek jangan diem terus, dong. Kak Bian khawatir jadinya, dek.. kamu kenapa?" ucap Bian.
"Aku ngga pa-pa," jawab Tama masih tetap pada posisinya.
"Terus kenapa kayak gitu? Kepalanya ngapain kayak gitu?" ucap Bian.
"Ngantuk," jawab Tama asal. Padahal, sebenarnya ia sedang tidak mood saja pergi ke sekolah hari ini. Ia masih kepikiran dengan ucapan Saka kemarin siang. Kemarin Saka juga berani memukulnya. Itu adalah untuk pertama kalinya Saka berani memukulnya. Ia menyesal karena kemarin harus memergoki Saka yang sedang merokok di kamarnya. Sebaiknya ia tidak usah tahu soal itu. Seharusnya ia kemarin tidak buat adiknya marah karena ia berniat untuk mengadu pada papahnya soal adiknya yang merokok. Tapi, bukankah tindakannya itu sudah benar? Sebagai seorang kakak, tidak salah kan jika ia mengingatkan adiknya supaya tidak membiasakan melakukan hal yang tidak baik seperti itu? Kenapa adiknya harus semarah itu dan memukulnya seperti kemarin? Jika yang melakukan itu Naufal dan teman-temannya, ia tidak masalah dan itu sudah menjadi hal biasa baginya. Tapi, adiknya sendiri yang telah berani melakukan itu padanya. Apa ia memang benar-benar sudah tidak dianggap sebagai seorang kakak bagi adiknya itu? Apa adiknya serius saat mengatakan itu kemarin? Melihat dari perkataan dan perlakuan kasarnya kemarin padanya, rasanya itu memang sudah cukup membuktikan bahwa adiknya benar-benar sudah tidak lagi menyayanginya dan menganggapnya sebagai kakaknya.
"Emangnya semalem kamu tidur jam berapa, dek? Kok masih jam segini udah ngantuk? Kamu begadang, yah? Ngapain coba? Main game sampe pagi, yah?" ucap Bian.
"Engga, kok," jawab Jeno.
"Terus?" ucap Bian.
"Ya ngantuk aja," ucap Tama.
"Hm, ya udah kamu tidur aja. Nanti kalo gurunya masuk kak Bian bangunin," ucap Bian.
Tama tak menjawab ucapan Bian. Ia masih mempertahankan posisinya dengan menenggelamkan wajahnya di atas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kakak Sempurna Untuk Saka || JENO × JISUNG√
Ficção AdolescenteDILARANG PLAGIAT!!! ❌ (𝐒𝐮𝐝𝐚𝐡 𝐓𝐀𝐌𝐀𝐓!) "Saka, dunia ini tempat dan waktunya cuma sebentar..," "Maafin kakak ya, Sa.. kakak harus pulang..," "Maaf, Sa.. kakak belum bisa jadi kakak yang sempurna untuk Saka," ~Tama.