8🍁

1.3K 91 18
                                    

Pagi itu, tampak Saka sedang berjalan menuju ruang kelas Tama. Saat itu ia sedikit terlambat datang ke sekolah karena harus ke rumah sakit untuk mengambil surat izin kakaknya yang tidak bisa masuk hari itu karena sakit dan harus di rawat di rumah sakit. Saka berjalan santai di tangga sekolah menuju kelas Tama meski ia tahu bahwa dirinya itu sudah terlambat.

Saat sampai di depan ruang kelas Tama, Saka mengetuk pintu ruang kelas Tama yang terbuka. Di depan kelas Tama sudah ada guru yang sedang mengajar.

"Permisi, Bu!" ucap Saka.

"Ya?" ucap guru yang sedang mengajar.

"Mau nganterin surat," ucap Saka menunjukkan sebuah surat yang ada di tangannya.

"Masuk saja! Jangan di depan pintu!" ucap guru itu.

Saka pun akhirnya memasuki ruang kelas Tama dan memberikan surat itu pada guru yang sedang mengajar.

"Maaf bu, mengganggu waktunya. Saya mau nganterin suratnya kak Tama. Kak Tama izin ngga bisa masuk hari ini soalnya sakit dan harus dirawat di rumah sakit," ucap Saka.

"Halah, paling juga cuma alesan doang! Baru juga dua hari sekolah udah ngga masuk aja!" ucap Naufal.

"Biasa, tuh orang kan emang lemah, Na. Kecapekan dikit pasti sakit," ucap Sakti.

Saka hanya melirik tajam ke arah Naufal dan Sakti.

"Naufal! Sakti! Kalian itu, ya! Bukannya do'akan teman kalian yang lagi sakit, ini malah bilang yang engga-engga!" ucap guru.

"Ya udah, bu. Kalau gitu saya permisi, Bu," ucap Saka.

"Oh, iya. Terima kasih, ya," ucap guru.

"Sama-sama, Bu," ucap Saka lalu pergi meninggalkan ruang kelas Tama.

Bel istirahat berbunyi, para siswa pun keluar dari kelas masing-masing untuk pergi ke kantin mengisi perut mereka yang kosong.

"Eh, jadi ngga lu ketemu si Saka?" tanya Rafa pada Naufal.

"Jadi, lah," ucap Naufal.

"Ngapain sih bocil kayak gitu lu masih ladenin?" ucap Sakti.

"Ya dia bilang gua banci kalo gua ngga dateng, njir! Males banget gua dibilang gitu! Gua sebenernya mager, tapi ya udah sih, gua lagian penasaran sama tuh bocah mau ngapain gua," ucap Naufal.

"Santai, bro. Nanti gua sama yang lain tetep ngikutin lu, deh. Biar dia ngga berani macem-macem sama lu," ucap Haiden.

"Ngga usah kali. Gua berani sendirian. Ngatasin bocil satu mah gua bisa. Apalagi itu adeknya si Tama. Ngga ada apa-apanya buat gua," ucap Naufal.

"Kalo gitu kita awasin aja dari jauh," ucap Haiden.

"Boleh, tuh," ucap Sakti.

"Terserah lu pada, deh. Gua duluan!" ucap Naufal.

"Ati-ati lu, Na! Hahah mau aja lu nurutin bocah masih ingusan gitu!" ucap Rafa sambil tertawa.

"Brisik lu!" ucap Naufal lalu pergi meninggalkan kelas untuk menemui Saka di lapangan belakang sekolah.

Sesampainya di lapangan belakang sekolah, Naufal melihat ada Saka yang sudah duduk menunggunya di bawah pohon.

"Ekhem! Ngapain lu ngajak gua ketemuan di sini?!" ucap Naufal sambil bersedekap dada.

Saka lalu berdiri begitu mendengar suara Naufal yang sudah berdiri di belakangnya.

"Gua cuma mau tanya sama lu, kak. Apa lu tahu soal obat kakak gua yang tiba-tiba abis ngga bersisa? Terus, apa hari Senin dia muntah di sekolah?" ucap Saka.

Kakak Sempurna Untuk Saka || JENO × JISUNG√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang