46🍁

757 56 8
                                    

Sudah tiga Minggu lebih Tama dirawat di rumah sakit. Namun, kondisinya semakin hari terus saja memburuk. Ia seperti sudah tidak ada harapan lagi untuk bertahan karena sampai saat ini pun Tama masih belum juga mendapatkan donor ginjal yang cocok. Tubuhnya semakin kurus dan wajahnya semakin terlihat pucat. Hampir setiap hari ia menangis. Tidak ada lagi gurat keceriaan yang ia tampilkan di wajahnya. Meski teman-temannya sering datang menjenguknya, ia tetap menjadi pendiam dan tidak pernah tertarik membahas apapun lagi dengan teman-temannya itu. Saat diajak bicara pun kini Tama hanya menjawab sekenanya saja.

Hari itu Tama sedang berada di ruang rawatnya bersama dengan Agni. Agni kembali izin tidak masuk kantor hari itu karena kondisi Tama yang semakin memburuk. Ia memutuskan untuk menemani putra sulungnya di rumah sakit karena ia khawatir terjadi sesuatu pada putranya itu selama ia tinggal bekerja. Terlihat Tama saat itu berbaring di atas brankar sambil melamun menghadap ke arah jendela ruang rawatnya.

"Kak..," panggil Agni.

Tama tetap menatap ke arah jendela dan tidak menjawab panggilan Agni.

"Kakak..," panggil Agni lagi.

"Kak Tama?" panggil Agni lagi, namun kali ini sambil menyentuh bahu Tama.

Tama lalu melirik Agni saat Agni menyentuh bahunya.

"Kakak lagi mikirin apa? Ngobrol sama papah, yuk! Jangan ngelamun terus! Kan ada papah yang bisa jadi temen kakak ngobrol di sini," ucap Agni.

"Pah..," ucap Tama.

"Iya, kak?" ucap Agni.

"Maafin kakak, ya..," ucap Tama.

"Kenapa minta maaf?" tanya Agni.

"Kemaren hasil ujian try out-nya belum baik," ucap Tama.

"Ngga pa-pa, kak. Papah tetep bangga kok sama kakak," ucap Agni.

"Bentar lagi kakak mau ujian akhir, pah," ucap Tama.

"Iya, kak. Kakak yang semangat ya belajarnya! Semoga kakak bisa ngerjain soal-soalnya dengan lancar dan bisa dapet nilai yang sesuai sama harapan kakak," ucap Agni.

Tama lalu tersenyum tipis mendengar ucapan Agni.

"Habis itu kakak di wisuda yah, pah," ucap Tama.

"Iya, kak," jawab Agni.

"Kakak mau pinjem jasnya papah buat wisuda besok, ya? Nanti kakak pilih sendiri jasnya ya, pah," ucap Tama.

"Kenapa pinjem? Beli aja yang baru. Yang lebih bagus dan lebih keren. Kakak pasti ganteng banget kalo pake jas," ucap Agni.

"Kakak mau pake punya papah aja, pah. Ngga pa-pa kan kalo kakak pinjem punya papah?" ucap Tama.

"Hm, ya udah. Nanti papah pinjemin jasnya papah. Kakak boleh pinjem yang mana aja. Kakak boleh pilih sendiri jasnya," ucap Agni.

"Makasih ya, pah," ucap Tama.

"Sama-sama, kak," jawab Agni sambil mengelus pipi Tama lembut.

"Pah..," panggil Tama.

"Iya, ada apa kak?" sahut Agni.

"Kakak pengen ketemu mamah," ucap Tama.

"Oh, ya udah nanti papah telepon mamah buat ke sini ketemu kakak, ya?" ucap Agni.

"Bukan mamah Tsifani, pah. Tapi mamah Tsafina," ucap Tama.

"Kak.. maksud kakak apa?" ucap Agni.

"Kakak kangen mamah," ucap Tama.

"Anterin kakak ke makam mamah yuk, pah? Kakak pengen ketemu mamah. Dua Minggu lagi kan kakak mau ujian. Kakak mau minta restu sama mamah biar kakak dikasih kelancaran selama ujian nanti," ucap Tama.

Kakak Sempurna Untuk Saka || JENO × JISUNG√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang