18🍁

1.4K 92 64
                                    

Bel pulang telah berbunyi. Tama membuka matanya saat mendengar suara bel pulang itu. Di samping ranjang UKS yang ditempatinya, ia melihat ada Bian yang duduk di kursi sambil mengelus tangannya. Ia sedikit terkejut karena Bian ternyata masih setia menunggunya meski ia sudah berulang kali menyuruhnya pergi bahkan sampai ia ketiduran dan bangun lagi pun Bian masih tetap duduk di samping ranjangnya.

"Adek.. udah bangun?" ucap Bian pelan karena tidak ingin suaranya mengejutkan Tama yang baru saja bangun dari tidurnya.

"Ada yang sakit ngga? Perutnya masih sakit?" ucap Bian.

"Kak Bian kenapa masih di sini?" ucap Tama.

"Emangnya kenapa? Kak Bian kan nungguin kamu dari tadi, dek," ucap Bian.

"Sekarang jam berapa? Udah bel pulang belum? Tadi aku denger kayak ada suara bel pulang," ucap Tama.

"Iya, dek. Itu barusan suara bel pulang. Bel-nya bunyinya keras banget yah sampe bikin adek kebangun? Adek kalo masih ngantuk tidur lagi aja dulu. Nanti kalo masih ngantuk dipaksa bangun malah jadi pusing, dek. Kak Bian tungguin, nanti pulangnya kak Bian anterin ngga pa-pa," ucap Bian.

"Aku mau pulang aja, kak.. aku mau lanjut tidur di rumah aja," ucap Tama.

"Tapi kamu bisa bangun ngga, dek? Masih sesak ngga?" ucap Bian.

"Udah mendingan, kok," ucap Tama.

"Ya udah, yuk pulang! Kak Bian udah ambilin tas kamu tadi di kelas. Pake dulu jaketnya, dek. Nanti di luar kamu angin-anginan, loh" ucap Bian sambil membantu Tama duduk. Ia hendak membantu Tama memakai jaketnya.

"Aku bisa sendiri, kak," cegah Tama.

"Ngga pa-pa biar kak Bian bantuin, ya?" ucap Bian.

Tama lalu melepas nassal canula yang terpasang di hidungnya dan menarik napasnya pelan lalu ia keluarkan juga secara perlahan untuk memastikan bahwa dirinya sudah bisa bernapas dengan baik tanpa bantuan selang bantu napasnya lagi. Setelah itu, Tama pun memakai jaketnya dengan dibantu oleh Bian.

Saat Tama hendak mengambil minum di atas meja, Bian segera mengambilkannya untuk Tama dan tidak membiarkan Tama mengambilnya sendiri.

"Itu air yang tadi dibawain dokter. Tadinya masih hangat, tapi sekarang udah dingin lagi gara-gara adek tinggal tidur tadi. Mau kak Bian ganti dulu pake air hangat, dek?" ucap Bian.

"Ngga usah, kak.. ini aja ngga pa-pa, kok. Aku cuma haus aja," ucap Tama lalu meminum air putih yang sudah tidak hangat itu hingga habis setengah gelas.

Setelah itu, Bian kembali menaruh gelas berisi air yang tersisa setengah itu ke atas meja samping ranjang.

"Adek katanya disuruh pulang bareng Saka, tapi Saka kan belum tau adek di UKS," ucap Bian.

"Oh, aku pulang bareng Saka yah? Aku kira papah yang jemput," ucap Tama.

"Tadi Saka ngga ke sini kan, kak? Kak Bian beneran ngga kasih tau Saka kan soal masalah tadi?" ucap Tama.

"Ngga, kok. Kak Bian belum bilang Saka," ucap Bian.

"Ya udah, kak. Pulang, yuk! Saka pasti udah di parkiran. Nanti dia marah lagi kalo nunggu aku kelamaan. Kak Bian duluan aja, kak. Nanti aku nyusul di belakang," ucap Tama.

"Kenapa, dek? Takut Saka marah lagi kayak kemaren kalo tau adek jalan bareng ke parkiran bareng kak Bian?" ucap Bian.

"Aku ngga mau bahas itu, kak," ucap Tama.

"Dek, kak Bian minta maaf soal kemaren. Kalo emang kak Bian salah, kak Bian minta maaf, dek. Maafin kak Bian udah bilang Saka yang engga-engga. Maafin kak Bian udah bikin adek marah. Maafin kak Bian, dek.. jangan marah lama-lama, dong.. kak Bian sedih jadinya kalo adek marah terus kayak gitu. Adek kok tega sih diemin kak Bian? Dek, kak Bian masih pengen jadi kakaknya adek Tama. Kenapa sih harus kayak gini? Kan bisa diomongin baik-baik. Kalo kak Bian ada salah, kak Bian pasti berusaha buat perbaiki kesalahan kak Bian, dek. Kemaren adek marah kak Bian kasarin Saka, kan? Kak Bian ngga akan ulangi lagi," ucap Bian. Ia duduk di kursi samping ranjang Tama berhadapan dengan Tama yang duduk di tepi ranjang. Ia memegang tangan Tama dan mencoba membujuk Tama agar mau memaafkannya.

Kakak Sempurna Untuk Saka || JENO × JISUNG√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang