03

10.8K 1.1K 49
                                    

by sirhayani

part of zhkansas

...

"Eh, eh, heran nggak sih sama Tiara? Kenapa banyak yang kabur dari dia pas pedekate, ya?" tanya Ivy pada Denallie.

"Iya, ya. Gue juga heran tahu. Kalau mereka kabur karena Tiara malu-maluin, semua cowok yang deketin dia pasti juga udah tahu kalau dia itu malu-maluin. Padahal ya dia juga cantik, tapi gue lebih cantik, sih."

Hah! Mereka menggibah di depanku langsung. Aku sibuk menyeruput es tehku dengan anggun.

Aku sakit hati? Sepertinya tidak karena mungkin aku selalu melihat Denallie dalam sudut pandang positif.

Saat kami bertiga sama-sama kelas X, Denallie yang lebih dulu pacaran dengan seorang senior satu tingkat di atas kami, tetapi dia di sekolah lain. Selain anak orang kaya, Denallie adalah cewek yang cantik. Memiliki kulit eksotis. Postur tubuhnya tinggi dan juga berat badannya ideal mau dia makan banyak atau sedikit.

Dulunya aku iri padanya, tetapi sifatnya yang mudah berbaur membuatku pelan-pelan jadi nyaman berada di dekatnya. Selain itu, dia juga barbar dan tak tahu malu. Bersikap semaunya di depan semua orang. Anaknya jorok. Suka kentut bahkan di kelas jika tak tahan dengan perutnya yang kembung. Suka mengupil di manapun jika merasa kotoran hidungnya mulai mengganggu. Dia juga mengaku malas mandi.

Walaupun begitu, pacarnya selalu setia padanya. Kak Juno, pacar Denallie itu, bertolak belakang dengan Denallie. Kak Juno wangi, kalem, suka bersih-bersih.

"Gue emang lebih cantik dari Tiara, tapi cantik gue tuh ya cantik yang banyak ditemuin." Denallie berbicara seolah-olah aku tak ada di sampingnya. Fokusnya tertuju pada Ivy dengan sok serius. "Cantiknya Tiara tuh nggak bisa lo temuin di mana-mana. Tiara kayak campuran dari berbagai ras yang paling unggul sampai ada yang bilang cantiknya sempurna. Miss Claudia aja bilang kalau cantiknya Tiara kayak peri. Cantiknya nggak ada duanya sma manusia lain di dunia ini. Makanya nggak heran banyak yang deketin."

"Hei, berhenti, dong. Dari tadi kepala gue nabrak atap kantin, nih."

"Nah, maka dari itu!" seru Denallie, membuatku memandangnya kesal.

Kutaruh gelasku di atas meja dalam kantin yang ramai ini sembari memandang Denallie dan Ivy yang memasang ekspresi penuh arti. "Apa lagi?" tanyaku, sinis.

Mereka berdiri dari bangkunya. Keduanya berdiri di sisi kanan dan kiriku dan langsung menarik lenganku agar aku ikut mereka. Aku terpaksa berdiri. Tanganku bisa patah karena mereka memaksa.

"Nah, karena kita udah selesai makan, ayo kita pergi ke suatu tempat." Denallie berlari menarikku. Begitupun dengan Ivy. Aku kesusahan menyejajarkan langkah. Mereka membawaku ke belakang sekolah. Dua orang ini melihat sekeliling. Aku juga melihat sekeliling dan kupastikan mereka sedang melihat situasi yang sepi.

Denallie mendorongku ke dinding dan mengurungku dengan lengannya. "Hei, bangsa tambah t. Ikutin perintah gue kalau lo masih pengin hidup."

Aku memutar bola mata. Kulihat Ivy yang sedang melipat kedua tangan di dada. Mulutnya bergerak seolah-olah mengunyah permen karet.

"Perintah ... apa, Kak?" tanyaku gugup, mengikuti permainan akting mereka.

"Deketin Kaisar. Kalau dalam satu minggu ini lo nggak bisa buat Kaisar tertarik sama lo...." Denallie menggerakkan tangannya di leher seolah sedang mengiris. "Lo bakalan gue cium."

"Iyuuuuh!" Aku menempeleng pipi mulus Denallie. "Nggak akan!"

Mendekati Kaisar? Bisa-bisa aku akan dibunuh saat kami sama-sama di rumah.

Time ParadoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang