08

8.1K 1K 48
                                    

by sirhayani

part of zhkansas

...

Tak terasa kami sudah berhenti di tujuan, yaitu depan rumah Papa. Aku merasa tak harus berhenti jauh dari rumah untuk menyembunyikan hubunganku dengan Kaisar karena Kak Sarkara berbeda sekolah denganku. Tak mungkin juga Kaisar muncul tiba-tiba. Jika pun dia muncul, pasti wajahnya tertutupi oleh helm.

Kak Sarkara membuka kaca helmnya dan menatapku yang baru saja turun dari motor. "Kita belum tukeran nomor. Mau tukeran?"

Mau banget!!! "Oh, iya, Kak? Benar juga." Aku mengeluarkan ponselku dari dalam sling bag dan kami pun bertukar nomor.

Kubuka segera jaket milik Kak Sarkara, tetapi Kak Sarkara langsung menginterupsi apa yang aku lakukan. "Simpen aja. Jangan balikin sekarang."

Aku mengernyit. "Kenapa, Kak? Tapi Kak Sarkara kan mau lanjut perjalanan nanti masuk angin."

"Simpan aja biar kita bisa ketemu lagi."

Argh! Dia mulai terang-terangan menyalakan lampu hijau, ya? Aku jadi salah tingkah karena kata-katanya itu. Aku juga ingin menyimpan jaket Kak Sarkara dan kalau bisa jaket ini jadi milikku saja. Namun, aku tak mau membuat Kak Sarkara kedinginan di jalanan.

"Nggak, Kak. Kakak nggak boleh kayak gitu. Kita kan bisa ketemu lagi nanti tanpa harus ada jaket jadi perantara," kataku.

"Hmm." Kak Sarkara pura-pura berpikir keras. "Ya udah, tapi mau kamu pakein?"

"Hah?!"

Kak Sarkara tertawa. "Bercanda. Bercanda."

Semakin berjalannya waktu, Kak Sarkara semakin santai dalam berbincang denganku. Aku mendekat. Kulebarkan jaket Kak Sarkara dan aku menaruh jaket Kak Sarkara di bahunya. "Nih, aku pakaiin."

"Seneng bisa ketemu lo," balasnya sambil tersenyum, memperlihatkan lesung pipit yang selalu ingin kupandangi setiap saat. Kak Sarkara lalu memakai jaketnya dengan benar. Setelah itu, dia menutup kaca helm dan menaruh tangannya di helm sebagai salam hormat perpisahan. "Kalau gitu gue pergi dulu. Gue nanti chat lo, oke?"

Aku tertawa. "Siap!" seruku dengan riang.

Senangnyaaaa! Aku tak bisa mengalihkan pandanganku dari saat Kak Sarkara menyalakan motornya hingga berangkat meninggalkan tempat ini. Dia semakin menjauh hingga hilang ditelan jarak.

Aku berbalik. Kubuka pagar dengan perasaan berbunga-bunga. Aku memeluk ponselku yang menampilkan nomor Kak Sarkara sambil melompat-lompat menuju pintu rumah. Rasanya tak sabar untuk menghubungi Kak Sarkara, tetapi aku tidak boleh mengganggu perjalanan Kak Sarkara yang memang masih mengendarai motor.

"Nananaaa—" Ucapanku berhenti saat baru saja membuka pintu karena melihat kehadiran Kaisar. Pakaiannya rapi. Sepertinya dia baru saja ingin keluar rumah.

"Haiii!" sapaku dengan riang gembira. Suasana hatiku sedang berada di bahagia level tertinggi. Hm, tapi kenapa dia memandangku dengan ekspresi marah begitu?

"Dari mana?" tanyanya, mendekat ke pintu. Dia jadi sering mengajakku lebih dulu akhir-akhir ini. Baguslah. Rencanaku jadi bisa berjalan dengan lebih mulus.

Aku menyingkir dari pintu sambil memegang kenop. "Dari kencan buta. Barusan diantar sama calon pacar, bukan driver online lagi."

Dia berhenti di ambang pintu, lalu menoleh dengan alis bertaut. Kenapa lagi, sih? Kenapa dia jadi kelihatan marah? Bikin mood turun saja. Oh, iya! Pasti Kaisar mengkhawatirkan soal hubungan saudara kami.

Time ParadoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang