37

5.1K 713 15
                                    

by sirhayani

part of zhkansas

...

Benar. Aku harus meminta tolong kepada Prof. River untuk membawaku ke masa di mana aku menghilang. "Profesor, saya—"

Tiba-tiba saja Prof. River memelukku bersamaan dengan suara langkah sepatu di lorong yang sebelumnya hening. Aku memejamkan mata karena merasa tubuhku seperti akan melakukan teleportasi lagi.

Kurasakan Prof. River menjauh. Ketika aku membuka mata, aku sudah berada di tempat yang berbeda. Bukan di tempat pertama, melainkan di tempat lain. Ada beberapa robot yang membuatku tertegun. Robot-robot itu ada yang tingginya seperti manusia dan sedang berjalan memasuki sebuah ruangan dan membawa barang di tangan robotnya. Ada juga yang kecil seperti hewan peliharaan, tetapi ia menaiki sesuatu yang menggeser lantai.

"Ini rumah saya."

Aku menoleh pada Prof. River. "Kenapa ... ke sini?"

"Sepertinya, tadi kamu mau mengatakan sesuatu?" Bukannya menjawab pertanyaanku, Prof. River balik bertanya hal lain.

"Alat teleportasi yang Prof gunakan, apa bisa digunakan untuk berteleportasi ke waktu yang berbeda? Misalnya saya kembali ke abad 21.... Itu mungkin, kan? Karena saya harus pulang."

"Pulang?" Tatapannya terlihat aneh. "Bukannya saat ini kamu sudah pulang?"

Aku terdiam sesaat menatap Prof. River yang berdiri di dekat sebuah meja kaca. "Kenapa Profesor bantu saya selama ini? Bahkan sampai menjelaskan banyak hal tentang yang saya alami. Termasuk keluarga saya. Apa profesor ... adalah keluarga saya?"

Aku sebenarnya berpikir bahwa alasan Prof. River melakukan semua ini mungkin saja karena dia adalah seorang ilmuwan yang sedang meneliti keanehan yang aku alami di mana aku antara ada dan tiada dalam tabung kaca seperti yang dia katakan sebelumnya. Sehingga sekarang dia membantuku atas apa yang sudah dia dapatkan, tetapi tetap saja aku ingin mendengar jawaban Prof. River dari pertanyaanku barusan.

"Kamu menanyakan hal yang jawabannya sudah jelas. Kamu dan saya tidak punya hubungan apa pun," katanya dengan wajah dinginnya itu. "Tanyakan hal yang lebih penting."

Aku meneguk ludah. "Apa Profesor bisa bantu saya untuk teleportasi ke abad 21? Apa ... Profesor bisa membuat saya nggak pernah kembali ke sini lagi dan tetap berada di abad 21 untuk selamanya?"

Aku harap Prof. River bisa melakukannya. Aku tak punya alasan untuk hidup di masa asliku. Aku ingin pulang ke tempat di mana aku hidup selama ini.

Mataku terasa panas. Aku merindukan Kaisar dan semua orang terdekatku di abad 21.

Ah, bahkan orang-orang yang tak begitu dekat denganku. Teman-teman kelas, teman satu angkatan, teman satu sekolah, guru-guru, orang-orang asing yang lalu lalang di jalanan, kendaraan-kendaraan di negeriku yang masih berkembang.

Aku tak punya alasan untuk hidup di zaman ini sekalipun zaman ini adalah zaman di mana aku terlahir ke dunia.

"Saya mohon...." Aku menatap Profesor River. Kurasakan air mengalir di pipi. Tidak. Aku tidak ingin menangis di depan orang asing.

Prof. River menatapku tanpa ekspresi. "Jika kita lompat ke waktu yang terlalu jauh, maka mungkin saja akan ada kesalahan waktu. Memangnya kamu mau ke tahun berapa?"

"2023...," balasku sambil mengusap pipi.

"Kalau terjadi kesalahan, bisa saja kita akan sampai di tahun sebelum 2023 atau setelah 2023," katanya.

"Tapi ..., itu hanya jika terjadi kesalahan, kan, Prof?" tanyaku, berharap penuh. "Kalau nggak terjadi kesalahan, saya bisa sampai di waktu yang saya inginkan. Bisa seperti itu, kan?"

"Ya."

Aku terlalu tidak sabaran. Aku ingin berteleportasi sekarang juga ke masa aku menghilang. Aku terdengar seperti orang yang tak tahu diri dan tak punya sopan santun. Meminta hal yang memiliki risiko tinggi sekalipun yang membantuku adalah seorang ilmuwan muda yang mungkin saja sudah banyak memiliki pengalaman dengan dunia teknologi, tapi ... aku tak perlu merasa bersalah kan? Mungkin saja Prof. River telah mendapatkan apa yang dia inginkan sehingga melakukan apa pun untukku dan langsung mengabulkan apa yang aku inginkan.

"Sepertinya, kamu terlalu memaksakan diri untuk kembali," kata Prof. River setelah keheningan yang cukup lama di antara kami.

"Selama ada cara untuk pulang, saya akan milih cara itu daripada tetap di sini," balasku pelan.

"Masa ini kan rumah kamu."

"Tapi saya nggak punya siapa-siapa di sini, kan?" tanyaku lirih. "Atau Prof tahu apa saya punya keluarga lain? Ta—tapi, sekalipun saya punya keluarga lain, tetap saja...." Tetap saja aku tidak akrab dengan mereka.

Keluargaku yang tersisa, yang setidaknya aku masih bisa terus ada di sampingku sampai aku mati, adalah Kaisar.

"Sepertinya, kamu memikirkan seseorang di masa itu."

Aku meneguk ludah getir. "Iya, dia seseorang yang berharga."

"Laki-laki?" tanya Prof. River dengan tatapan penuh tanda tanya. "Atau perempuan?"

"Laki-laki," balasku meski aku tidak perlu repot-repot untuk menjawab pertanyaan yang tidak penting di hidup Profesor River.

"Apa kamu mencintainya?"

Aku tak tahu mengapa Prof. River terus menanyakan hal yang tidak penting di hidupnya. "Iya, sangat. Saya sangat mencintainya."

Kutatap Prof. River yang menatapku dalam diam. Kenapa ... tatapannya seolah-olah dia juga sedang merasakan kesedihan yang mendalam?

***


 

Time ParadoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang