31

5.6K 752 13
                                    

by  sirhayani

part of zhkansas

...

Aku menatap Kaisar dengan horor. "Lo bilang apa barusan?"

"Kita tidur bareng."

"What...?" Kata-katanya barusan lebih mengerikan lagi. "Maksud lo apa, sih? Yang jelas, dong."

Aku tahu, Kaisar tak mungkin bersikap seaneh ini tanpa sebab. Apalagi di situasi kami yang masih berduka. Dia ini tipikal to the point, bukannya menjelaskan lebih dulu apa yang sebenarnya terjadi agar tak membuat lawan bicaranya salah paham.

"Nanti gue jelasin," bisiknya dalam gelap. Aku hanya bisa membayangkan wajahnya ada di mana. "Pertama-tama, taruh kembali lampu tidur yang sempet lo gebukin di kepala gue."

"Hah?" Aku membelalak dan langsung menaruh benda di tanganku itu ke tempat semula. Kuraba rambut Kaisar hingga dia meringis kesakitan. "Ma—maaf! Gue refleks sebagai pertahanan diri. Lagian ngapain lo muncul tiba-tiba di kamar gue, sih? Harusnya panggil gue dulu dong!" bentakku dengan berbisik.

Aku segera menyalakan lampu tidur dan berusaha mencari luka yang mungkin saja aku buat di kepalanya. Dia memegang pergelangan tanganku sehingga aku tak bisa menyentuh bagian kepalanya lagi.

"Paling benjol dikit," katanya, lalu menarikku keluar dari kamarku. "Ayo."

Aku hanya menurut dan membiarkan Kaisar membawaku ke kamarnya. Dia memakai pakaian rumahan. Kaos oblong dan celana selutut. Aku sempat berpikir bahwa dia langsung ke kamarku sesaat setelah pulang.

Ketika kami sudah memasuki kamarnya, Kaisar menutup pintu kamarnya dan menguncinya. "Om gue tadi berdiri di depan kamar lo," katanya.

Aku membelalak kaget. "Terus?"

"Ya gue usir." Lalu dia beranjak ke sofa dan berbaring di sana. "Lo tidur di kasur."

"Ngapain dia di depan kamar gue?" Laki-laki itu membuatku jadi merinding.

Kaisar terdiam sesaat sebelum bicara. "Mana gue tahu. Makanya gue suruh lo tidur di sini."

Aku memang lupa mengunci pintu kamarku padahal biasanya aku menguncinya ketika ada orang asing yang tinggal di rumah, hm, tapi ... aku kan cukup mengunci pintu kamarku? Tak perlu tidur di kamar Kaisar. Apalagi, lihat sekarang, cowok itu berbaring di sofa dengan tubuh tingginya dan menyuruhku untuk menguasai tempat tidurnya yang berukuran besar.

"Ngapain juga dia datang tiba-tiba." Kaisar mengusap keningnya. "Bakalan gue suruh pulang besok."

Ah, Kaisar masih menghargai omnya meski omnya menyebalkan. Mengingat sifat Kaisar, aku pikir akan wajar jika Kaisar akan mengusir mereka tengah malam begini. Lagipula, aku antara yakin dan tak yakin omnya akan menuruti kemauan Kaisar yang meskipun anak tunggal Papa, tetapi pasti dianggap "bocah" oleh om yang tak tahu diri itu.

Aku berjalan menuju Kaisar dan berhenti di dekatnya. Dia langsung duduk dan menatapku sambil menaikan alis.

"Sana ke kasur lo. Gue di sini," kataku. Padahal aku cukup mengatakan untuk kembali ke kamarku dan mengunci diriku dari dalam sehingga Kaisar tak perlu khawatir dan Kaisar juga tak perlu merasakan tubuhnya pegal karena memilih tidur di sofa, tetapi tetap saja aku membiarkan diriku tidur di kamar Kaisar untuk malam ini.

"Lo pikir gue ini cowok apaan sampai ngebiarin lo yang tidur di sofa?"

"Emansipasi wanita, lah. Nggak ada istilah gue perempuan jadi laki-laki harus ngalah."

Time ParadoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang