by sirhayani
part of zhkansas
...
Aku membuka mataku dan memandang jendela kamar yang bukan jendela kamarku.
Ini kamar Kaisar!
Mataku langsung segar ketika menyadari lengan yang memelukku dari belakang. Aku menyentuh punggung tangan Kaisar yang sedang memegang erat bajuku.
Semalam, aku ketiduran di tempat tidur Kaisar dan mimpi buruk lagi sehingga Kaisar tak membiarkanku pergi dari kamarnya. Ini adalah kedua kalinya kami tidur bersama setelah malam di mana aku menangis karena mimpi buruk yang sama dengan semalam.
Entah ini sebuah hal baik atau sebaliknya, Kaisar tak mau jauh dariku sejak dia mengutarakan perasaannya padaku. Namun, aku menyadari satu hal bahwa kami rupanya tidak berpacaran. Kaisar hanya mengatakan keinginannya untuk menikahiku ketika kami lulus nanti. Kaisar bahkan mengatakan jika bukan karena peraturan sekolah yang mana siswa tak boleh menikah, maka dia sudah menikahiku sehari setelah mengatakan keinginannya untuk menikahiku.
Ketika di sekolah, kami masih bersikap seperti biasa. Di luar sekolah selain di rumah, Kaisar selalu memperlakukanku seperti pacarnya. Makan malam, berkencan, ke tempat-tempat yang menyenangkan seperti tempat wisata. Lalu saat di rumah, Kaisar selalu menyuruhku untuk di kamarnya—tentu saja dengan pintu yang terbuka lebar agar Bibi tak salah paham—, kecuali saat makan atau melakukan kegiatan yang bersifat privasi seperti mandi dan berganti pakaian.
Selain itu aku selalu di kamarnya. Entah itu belajar, membaca buku, atau bermalas-malasan. Di tempat tidurnya, di sofa, atau bahkan berbaring malas di lantai. Sementara Kaisar duduk di kursi belajarnya atau berbaring di sofa membaca teori pelajaran yang tak membutuhkan cakaran. Dia belajar dan terus belajar karena dia mempunyai mimpi untuk memasuki universitas nomor 1 di Indonesia.
Aku akan mengikuti ke mana Kaisar pergi. Jika tujuannya adalah universitas nomor 1 itu, maka aku akan mendaftarkan diri di sana pada jurusan apa pun karena secara pribadi aku tak punya pelajaran khusus yang aku minati.
Aku memang setidakterarah itu pada hal yang berkaitan dengan cita-cita. Aku akan jadi apa di masa depan? Istri Kaisar? Ibu rumah tangga yang baik seperti Mama yang mengurus anak-anak?
Belum apa-apa, aku sudah membayangkan masa depan yang belum pasti.
Kurasakan lengan Kaisar bergerak di pinggangku. "Kamu udah bangun?" tanyaku.
Dia hanya bergumam tak jelas.
Aku berusha menyingkirkan tangan Kaisar sambil melihat ke celah jendela kaca. Cahaya matahari sedikit demi sedikit mulai menyinari bumi. "Aku mau ke kamar. Sebelum Bibi lihat aku keluar dari kamar ini dan malah salah paham."
"Bibi nggak mungkin ke lantai 2 sepagi ini," bisiknya.
Aku segera bangkit dengan paksa sehingga Kaisar akhirnya tak lagi memegang bajuku. Ketika aku menoleh untuk menatapnya, dia sedang mengusap matanya dengan punggung tangan.
Ada yang lebih membuatku malu lagi. Dia tidak memakai baju! Meski masih memakai celana—tentu saja tak mungkin dia telanjang bulat—, tetapi aku selalu geli melihat cowok yang telanjang dada.
"Kenapa kamu nggak pakai baju?!" seruku dengan pelan.
Dia masih mengusap matanya seperti bocah lima tahun yang baru bangun tidur. "Aku memang udah terbiasa nggak pakai baju kalau tidur."
Dia bangkit dan mencari-cari sesuatu, lalu dia menunduk memungut bajunya di lantai dan langsung memakainya. Dia lalu memandangku dengan mata yang mengantuk tanpa mengatakan apa-apa, lalu tiba-tiba dia mendekat dan mengurungku dalam pelukannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/209387089-288-k350349.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Time Paradox
Teen FictionSELESAI ✔️ Aku memejamkan mata. Ingatan samar kembali muncul. Kegelapan dan sesuatu seperti petir muncul di mana-mana. Hawa panas, rasa takut, tangisan pilu yang terus memanggil-manggil papa. Rasa terbakar di kaki yang bekasnya sampai sekarang. Inga...