09

8.5K 924 55
                                    

by sirhayani

part of zhkansas

...

"Ck." Hanya sebuah decakan yang keluar dari mulutnya disertai hentakan pada tanganku yang memegangnya. Pintu yang ditutup keras dan dikunci dari dalam adalah salam perpisahan yang Kaisar berikan untukku.

"Haa...." Bahuku terkulai lemas sambil melangkah kembali ke kamar Mama. Tak ada tatapan antusias di mata Mama seolah Mama sudah tahu respons Kaisar akan seperti apa. Aku berbaring di samping Mama dan kembali mengadu. "Ma, Kaisar kenapa sih selalu aja nggak nyantai. Dari dulu selalu kayak gitu ke aku."

"Mama ngerasa kalau dari kecil Kaisar tuh selalu pengin deketin kamu, tapi sepertinya hm ... dia tertahan sama harga dirinya?"

"Harga diri?" tanyaku, heran. Ah, tapi tak heran juga sih mengingat bagaimana Kaisar memandangku dan Mama. Bahkan Mama yang sudah membesarkan Kaisar sejak kecil saja saja masih tak banyak peningkatan dalam hal kedekatan.

"Kelihatannya seperti itu. Semenjak kamu nangis karena kecewa sama Kaisar waktu itu, Kaisar mulai sering merhatiin kamu diam-diam. Bahkan dia berusaha untuk ngobrol sama kamu, tapi selalu nggak pernah kejadian. Belum lagi, semenjak kamu nangis, kamu udah nggak mau deketin Kaisar duluan. Padahal Mama udah selalu berusaha buat kalian berdua untuk dekat, tapi kalian berdua justru semakin jauh."

Itu karena Kaisar selalu memperingatiku bahwa kami bukanlah saudara. Belum lagi, Kaisar yang melarangku untuk muncul di hadapannya ketika berada di sekolah. Sebenarnya, apa yang tidak kumengerti darinya?

Apa... dia pemalu?

Kaisar PEMALU? Membayangkannya saja membuatku tertawa.

"Kenapa?" tanya Mama, membuatku menoleh sambil menutup bibir.

"Nggak, Ma," balasku.

Kaisar berusaha mengajakku mengobrol duluan ketika kecil. Berarti, tembok yang selama ini Kaisar bangun di antara kami hanyalah tembok yang hanya ada dalam hayalanku sendiri?

Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran cowok itu.

***

Dena dan Ivy menemaniku menggalau di taman sekolah.

"Sialan! Kalau gue tahu Kak Sarkara orangnya berengsek, gue nggak bakalan sudi buat lo ketemu sama dia!" Dena kembali meradang. Dia bahkan bertengkar dengan Kak Juno karena Dena merasa Kak Juno menyembunyikan sifat asli Kak Sarkara.

"Denaaa!" seruku. Aku sedang malas mengungkit masalah yang sudah lalu. "Kan udah gue bilang, bukan salah Kak Sarkara kalau dia pada akhirnya ngerasa nggak cocok sama gue. Terus Kak Juno pasti juga nggak nyangka akhirnya kayak gini. Jadi, stop. Okay?"

"Ya, tapi masa lo nggak kesel, sih? Cowok itu sendiri yang bilang lo itu tipenya banget, terus dia tiba-tiba nyampain lewat orang lain soal dia yang nggak nerusin perkenalan kalian. Kenapa nggak ngomong baik-baik ke langsung gitu?"

Aku menatap Dena dengan bibir manyun, menahan tangis yang terlihat pura-pura, tapi sebenarnya aku memang ingin menangis saking terharunya pada Dena dan Ivy yang selalu mengkhawatirkanku.

Aku memang kecewa pada Kak Sarkara, tetapi sungguh aku tidak ingin berlarut-larut dengan masalah ini lagi.

"Aneh nggak, sih?" tanya Ivy. "Apa yang Tiara alami itu bener-bener nggak masuk akal. Jangan-jangan yang namanya pelet itu ada."

Dena mengernyit sambil menatapku. "Jangan-jangan waktu itu yang lo bilang kalau lo kena kutukan itu beneran? Lo dipelet sama orang biar semua cowok yang deketin lo itu pada jauhin lo?"

Time ParadoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang