by sirhayani
part of zhkansas
...
Aku berdiri di trotoar depan gerbang, menunggu Pak Azis yang telah menjadi sopir pribadiku selama hampir setahun ini. Pak Azis sedikit terlambat. Beliau terkena macet karena demo yang dilakukan para mahasiswa.
Hanya sekitar sepuluh menit aku menunggu Pak Azis hingga akhirnya Pak Azis menepikan mobil. Aku membuka pintu mobil dan segera masuk. Pak Azis mulai melajukan mobil dengan perlahan. Kupandangi gerbang sekolah di mana siswa-siswi yang keluar sekolah tak kunjung habis.
Siswa-siswi yang membawa kendaraan pribadi keluar dari sana. Mataku langsung menangkap pemandangan Kaisar yang sedang membonceng seorang siswi.
Dena....
Dia satu dari sekian banyak siswi yang mendekati Kaisar setelah fakta tentang aku dan Kaisar adalah suadara tersebar, tetapi hanya Dena yang akhirnya berhasil membuat Kaisar membiarkan jok belakangnya diduduki oleh cewek selain diriku.
Aku segera menghadap ke depan, mengikuti arah motor Kaisar yang melaju dan melihat Dena dari belakang. Dena sengaja memeluk Kaisar dan Kaisar tak menolak sama sekali. Walau Dena tak seaktif dulu mengejar Kaisar, tetapi Dena masih selalu ada di samping Kaisar dan bertingkah seolah-olah dia adalah gebetan Kaisar.
Aku tidak ingin merasakan denyut sakit di hatiku, tetapi rasa rasa itu muncul tanpa permisi.
Segera kuarahkan pandanganku ke samping untuk melihat pemandangan jalan. Terdengar suara gemuruh dari langit, sepertinya akan hujan lagi. Musim hujan memang telah datang, mengingatkanku pada keakraban awalku dengan Kaisar. Rasanya seperti baru kemarin ketika aku dan Kaisar menjadi akrab. Aku kini berada di tingkat terakhir SMA, kelas dua belas, di mana aku mulai menghabiskan lebih banyak waktu untuk persiapan ujian dan pendaftaran universitas.
Walau aku dan Kaisar sudah tak sedekat dulu, tetapi kami masih bersikap biasa. Aku menyadari bahwa Kaisar juga menjaga batasan di antara kami. Sepertinya dia akhirnya mengerti bahwa tak seharusnya kami berdua bersikap berlebihan sebagai saudara.
Semakin berjalannya waktu, aku merasa lebih banyak berpikir hingga membuatku jadi sering diam, terutama setelah berada di kelas dua belas. Aku benar-benar bingung menentukan masa depanku kelak. Aku menyandarkan kepalaku di kelapa jok mobil dan bertanya-tanya dalam hati tentang di mana aku kuliah nantinya.
***
"Mama dan Papa nanti pergi. Kalian jaga diri baik-baik, ya, di rumah," kata Papa. "Kaisar, jagain Tiara."
Kaisar hanya bergumam tak jelas.
Seperti yang terlihat barusan, Papa sudah tak pernah lagi mengkhawatirkan hubunganku dengan Kaisar karena baik aku dan Kaisar sama-sama bersikap biasa saja layaknya saudara tiri pada umumnya.
Kaisar benar-benar menunjukkan di depan Papa bahwa dia dan aku sudah tidak bersikap berlebihan lagi sebagai saudara. Percakapan sewajarnya sudah biasa berlangsung di antara kami. Tak ada basa-basi yang panjang. Tak ada kedekatan yang intens. Justru, Kaisar terkadang masa bodo ketika kami berkumpul besama Mama dan Papa seperti sekarang.
Makan malam sedang berlangsung dan mungkin sekitar dua jam setelah makan malam selesai, Mama dan Papa akan berangkat untuk keluar kota. Aku masih merasakan sebuah tidaknyamanan di hatiku karena Papa yang berniat untuk mengemudi karena sopir pribadi Papa izin untuk menemani anaknya yang sedang dioperasi. Walaupun Papa sudah biasa dalam mengemudi mobil, tetapi tetap saja aku tidak tenang karena perjalanan akan memakan waktu berjam-jam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Time Paradox
Teen FictionSELESAI ✔️ Aku memejamkan mata. Ingatan samar kembali muncul. Kegelapan dan sesuatu seperti petir muncul di mana-mana. Hawa panas, rasa takut, tangisan pilu yang terus memanggil-manggil papa. Rasa terbakar di kaki yang bekasnya sampai sekarang. Inga...