21. Memori Silam

160 26 3
                                    

Jok😳

***

PLAK!

Soza menatap tajam pria kurang ajar yang tiba-tiba datang dan menamparnya. Nafasnya mulai memburu saat pria itu melemparkan beberapa lembar uang tepat pada mukanya.

Netra Ganir menajam penuh intimidasi.

"Ambil uang itu, dan segera bertemulah dengan Ibumu."

Seringaian tercetak jelas di bibirnya, kendati seperti itu tidak ada tersirat sedikit rasa takut pun di hati Soza, ia justru terkekeh pelan lalu menelusuk manik mata ayahnya.

"Bukankah perusahaan anda akan bangkrut? Lantas untuk apa memberi saya uang?" tanya Soza sambil menaikkan sebelah alisnya, meremehkan.

Meski udara malam begitu menusuk tulang, tapi berhadapan dengan Ganir membuat tubuh Soza memanas terbakar emosi.

Ganir tak terpancing dengan ucapan Soza, senyum justru mengembang di wajahnya ia semakin merunduk untuk menatap anak gadisnya itu.

"Apa perlu saya tabrak juga kamu?"

Detik itu juga nafas Soza memburu, ingatannya tiba-tiba melayang pada kejadian empat tahun silam, saat seragam putihnya meluruh bersama lautan darah sang ibu.

Tangannya mendorong kencang bahu Ganir agar menjauh, matanya tiba-tiba memanas di saat bersamaan. Perlahan kaki Soza melemas, perempuan itu meringkuk, ia meremas rambutnya saat memori silam kembali menghantuinya.

Pria parubaya itu terkekeh kencang.

Malam yang seharusnya sunyi digantikan oleh erangan Soza yang begitu menyakitkan.

"Bagaimana rasanya saat wanita kesayangan kita itu pergi tanpa salam perpisahan?" tanya Ganir nadanya sengaja dibuat seakan sedih.

Soza memeluk kedua lututnya, isakan kecil terdengar dari bibirnya dadanya terasa begitu sesak.

"Rapor yang seharusnya ditetesi air mata bangga, justru di lumuri darah, hahah."

"CUKUP! PERGI LO!!!"

Teriakan Soza justru membuat ayahnya semakin kegirangan.

"PERGI ATAU GUE BUNUH LO, GANIR!"

"Santai anak kesayangan, Ayah." Ia memasang tampang memelas pada Soza yang mendongak padanya. "Jangan sampai gila, ya," lanjutnya kemudian.

***

"Kenapa?"

Sorotnya begitu khawatir, sementara Soza melayangkan tatapan sendu bahkan seperti tak ada bayangan apapun di maniknya, semuanya seakan kosong.

Arega menangkup pipi Soza, matanya menilisik memar di sana. Bibir gadis itu pucat pasih, membuat Arega meringis.

Soza tersenyum tipis, lalu menggenggam tangan Arega agar masuk ke dalam rumahnya.

"Tunggu, Za." Langkahnya terhenti, ia membalikkan badan Soza agar menatap padanya. "Jujur sama gue."

Soza mengerjap pelan beberapa kali. "G-gue nggak papa." Suaranya serak seakan menahan tangis.

"Kalo nggak papa, kenapa nggak datang ke kantor?" tanya Arega

"Kok lo tau?"

"Ya taulah," balasnya. "Gue kan bosnya sekarang."

Ungkapan itu berhasil membuat bola mata Soza membelalak tak percaya, satu alisnya naik seakan butuh jawaban lengkap.

Mencuri Hatimu! (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang