"Bye, sayang...."
Soza hanya memutar bola matanya, lantas berjalan tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Ia kesal! Sangat kesal! Arega mengurung dirinya seharian, hingga kini waktu menunjukkan pukul sembilan malam terhitung tujuh jam perempuan itu di sana. Begitu menyebalkan!
Ditambah lagi mobil pria itu mematung di sana, tak berniat melesat. Soza melirik tajam pada pengemudi yang masih senyam-senyum tidak jelas, ia merogoh sling bag hitamnya mengeluarkan benda pipih yang menampilkan kontak Arega.
"Pergi atau gue blok lagi!" ancam Soza dengan seringaian miring membuat pria itu mengerjap pelan, dengan ogah-ogahan Arega menyalakan mesin mobilnya.
"Nggak mau suruh gue mampir dulu?" Dia masih sempat-sempatnya bertanya membuat kepala Soza semakin memanas.
"Pergi anj!"
"Ih, nggak asik lo mah anjingin gue mulu," keluh Arega tak terima, entah sudah berapa kali Soza menyebutnya sebagai hewan berkaki empat itu.
Soza menarik nafas dalam.
"Pergi Ega!" Nadanya ketus, Soza melipat tangannya di depan dada. Di tengah kemarahannya Arega justru menyengir lebar.
"Ihh sayang ... manggil-manggil aku, Ega...."
Baiklah, Soza akui pria itu semakin gila, sangat-sangat gila. Pupil Soza melirik sekitar, pandangannya jatuh pada sebilah besi yang lepas dari pagar rumahnya. Ia mengambilnya.
Saat Soza mendekat dengan sudut bibir naik, saat itu juga mobil Arega melesat tanpa mengucapkan apa-apa lagi, yang hanya bisa Soza lihat wajah cengo pria itu.
Perempuan itu mengulas senyum tipis, dia meletakkan kembali besi itu pada tempat semula yang mungkin saja akan berguna suatu saat.
Angin malam mulai menusuk kulit wajah Soza, ia meraih handle pintu rumahnya gerakannya menggantung diambang ketika suara seseorang menyapa.
Soza enggan berbalik terdiam pada posisinya, saat orang itu mengelus puncak kepalanya barulah Soza berbalik begitu cepat.
Mata mereka beradu, Soza seakan dihadapkan kembali dengan masa lalunya. Sorot penuh siaga perempuan itu seketika memudar. Sebuah tatapan penuh kasih sayang, yang selalu memancarkan kekhawatiran dan kepedulian terpancar dari netra hitam pria di hadapannya.
Dada Soza mendadak sesak, ditambah pria itu menyunggingkan senyumnya.
Benar, sangat benar apa yang dikatakan ibunya dulu, tatapannya dapat memanipulasi perasaan.
"Apa kabar, nak?" Ganir mengelus pipi Soza yang tampak pucat.
Soza lemah, sampai matanya menjadi berkaca-kaca, ia tak sanggup menahan sesak yang menimpa, perasaannya bercampur aduk tak karuan.
Otaknya masih tidak menerima sikap yang terbilang sangat tiba-tiba bahkan setelah empat tahun pria itu membencinya begitu pun dengan Soza, tetapi hati Soza menerima lapang semuanya.
Saat setetes air mata meluruh bebas, detik itu juga ekspetasinya lenyap bersama hantaman kencang kepalanya dan pintu.
Soza membelalakkan matanya--terkejut, Berikutnya menjadi sendu. Perlahan tubuhnya meluruh dengan kepala yang bergesekan dengan pintu meninggalkan bercak merah di sana.
Begitu sakit. Tatapannya menjadi kosong, sementara senyum Ganir tak kunjung pudar sedari tadi, ia berjongkok memberikan tatapan penuh ejekan.
"Baru segini saja langsung ambruk?" Dia terkekeh pelan, tangannya menjambak rambut Soza untuk lebih lekat menatapnya. "Hei, tikus kecil. Ini balasan awal untuk tindakan gila kamu!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Mencuri Hatimu! (On Going)
Teen Fictionᵁⁿᵗᵘᵏ ᵃᵖᵃ ᵐᵉⁿᶜᵘʳⁱ ʰᵃᵗⁱᵐᵘ ʲⁱᵏᵃ ʰᵃᵗⁱᵏᵘ ˢᵃʲᵃ ˢᵘᵈᵃʰ ᵏᵘᵇᵘⁿᵘʰ Soza Arunika menjalankan tugasnya sebagai pengincar klien di Perusahaan Karsa. Bukan hanya dengan diskusi, terkadang Soza bersama timnya menculik para klien yang melakukan penolakan. Namun, tan...